Penolakan terhadap RUU tentang Pornografi selain disebabkan faktor ekonomi yakni industri seks yang merasa terancam akibat disahkan RUU tersebut. Ternyata ada faktor politik dibalik itu, dimana bermunculannya kelompok yang mencoba melakukan stigmatisasi dan disinformasi terhadap RUU ini.
"Mereka mengatakan bahwa ini adalah pintu masuknya syariah, berarti akan terjadi talibanisasi, dan sebagainya. Padahal kan faktanya tidak seperti itu, wong RUU itu sangat lembek kok. Syariah itu sama sekali tidak ada bau-baunya," ujar Jurubicara Hizbut Tahrir Indonesia M. Ismail Yusanto disela-sela aksi damai bertema "Menyongsong Keruntuhan Kapitalisme", di Bunderan Hotel Indonesia, Jakarta, Kamis (16/10).
Ketidakjelasan sikap pansus DPR yang kembali mengulang proses uji publik, dinilainya, menunjukan dengan nyata kelemahan parlemen Indonesia dalam mengambil sikap, pasalnya RUU tersebut sudah berumur 10 tahun dan menjalani proses yang panjang.
"Pada draf terakhir kami memandang RUU ini kalau disahkan malah bisa menjadi payung legalitas terhadap pornografi itu sendiri, tapi toh yang semacam itu masih bisa ditolak, bahkan pansus mengakomodasi kelompok-kelompok yang menolak itu, dan memperpanjang lagi, kemudian melakukan uji publik lagi. Saya gak mengerti arah penyelesaiannya bagaimana," ujar Ismail.
HTI sebagai ormas Islam menginginkan agar DPR menghentikan proses sosialisasi dan uji publik, serta mengambil sikap tegas untuk mengesahkan RUU yang akan menjadi payung hukum mencegah peredaran pornografi di tanah air.
"Kita ingin pansus tegas lah, sudah stop, ini sudah cukup sosialisasi sudah. Ingatlah mayoritas mendukung Indonesia mendukung adanya UU yang melarang peredaran pornografi di negeri ini, wong Singapura saja punya larangan seperti itu," imbuhnya.
Ketika ditanya apakah penolakan ini terkait dengan agenda politik 2009, Ismail menyatakan tidak, sebab ini terkait isu lama yang sudah diulang-ulang. Kalaupun ada agenda politik dibalik itu, pasti datang dari partai politik yang ingin menarik simpati kelompok Islam, dengan mendukung pengesah RUU Pornografi, sehingga dinilai dapat mengerti aspirasi umat Islam. (novel)