Keputusan Indonesia menyetujui penambahan sanksi terhadap Iran yang tercantum dalam resolusi DK PBB 1747 bertentangan dengan nilai-nilai solidaritas dan persaudaraan muslim yang dikembangkan oleh umat Islam baik di dalam negeri maupun diluar negeri.
"Ini sama seperti menohok kawan seiring, karena yang menjadi korban dalam resolusi ini adalah Iran yang notabene adalah negeri Muslim, dan celakanya Indonesia turut serta dalam ketidakadilan itu, " tegasnya saat jumpa pers, di Gedung Anakida, Jakarta Selatan, Rabu (28/3).
Menurutnya, keputusan yang diberikan terhadap Iran itu sangat diskriminatif, karena tujuan Iran mengembangkan teknologi nuklirnya itu untuk kepentingan damai, yaitu membangun pembangkit listrik tenaga nuklir untuk pasokan listrik 6.000 mega watt untuk pengembangan industri dalam negerinya. Sementara di negara lain, jelas mengembangkan nuklir untuk keperluan perang, tapi tidak tidak dipermasalahkan.
"Sudah banyak negara-negara yang mengembangkan nuklir untuk senjata, seperti India, Pakistan, Korea Utara, dan Israel yang kabarnya sudah memiliki 200 hulu nuklir, itu tidak dipersoalan, jadi ini merupakan resolusi yang tidak adil, "ujarnya.
Ismail menganggap keputusan yang diambil oleh Indonesia itu sangat memalukan. Karena itu Hizbut Tahrir Indonesia mengutuk resolusi DK PBB 1747, karena ini adalah bukti yang kesekian kalinya, sikap hipokrit dan standar ganda negara Barat terhadp dunia Islam, yang dilakukan semata-mata untuk melanggengkan dominasinya, serta menutup ruang bagi kemajuan dan kebangkitan dunia Islam.
Untuk itu dalam waktu dekat, bersama elemen Islam lainnya, HTI berencana untuk turun ke jalan menyampaikan aspirasi umat Islam yang menyesalkan keputusan pemerintah mendukung resolusi DK PBB terhadap Iran. (novel)