Pengumuman pemerintah yang akan mengimpor beras, memberi dampak negatif bagi petani. Pasalnya, pengumuman itu dilakukan jelang panen raya. Hal itu pun membuat harga gabah juga turun drastis tidak sebanding dengan pengeluaran petani.
Hal itu diungkap pengamat dan praktisi pertanian, Amal Al-Ghosali melalui akun twitternya @Smsl_alghozali.
“Begini. Tanggal 18/2 presiden @jokowi umumkan rencana impor beras. Sepekan kemudian Badan Pangan Nasional mengeluarkan patokan harga pembelian gabah petani. Dua hal ini seperti “mesin pembunuh” yg efektif. Panen raya jelang ramadhan. Harga gabah petani hancur. Jahat bukan?,” tulisnya dikutip dari akun twitternya, Selasa (28/2/2023).
Terasa seperti ada yg memimpin orkestrasi. Entah siapa. Berawal dari prakondisi melalui harga beras. Selama sebulan media mainstream terus menerus menyiarkannya. Kemudian pejabat sahut menyahut bicara saur manuk melalui media. Presiden dan mentri blusukan ke pasar.
Laporan sepihak ditelan. Media memasang photo gudang bulog yang katanya kosong. Tanpa beban pemerintah ngomong rencana impor beras. Meskipun baru rencana, omongan pemerintah pasti besar dampaknya.
Presiden bahkan ngomong, “mau tidak mau kita harus impor beras”. Silakan cari beritanya banyak bertebaran. Para mentei dan badan pangan panik, belum sampai sepekan, keluarlah Srat Edaran berisi penetapan harga gabah.
Anehnya, dalam hal penetapan harga ini badan pangan tidak merinci komponen apa saja yg menjadi perhitungan harga. Rincian yang transparan nantinya akan membuka mata kita semua kenapa kebijakan harga yg diterbitkan Badan Pangan melibatkan konglomerat? Siapa yg diuntungkan?
Pernyataan presiden trg rencana impor dan surat edaran badan pangan ttg harga pembelian gabah benar2 efektif sebagai “mesin pembunuh”. Sehari setelah harga diumumkan, harga gabah hancur. Siapa yg untung?
[Fajar]