Pendapat senada disampaikan oleh Peneliti Institut for Development of Economics and Finance (INDEF), Abrar P.G Talattov yang menyebutkan bahwa inkonsistensi pemerintah dalam membuat kebijakan mempengaruhi merosotnya nilai tukar rupiah.
“Tidak kalah penting stabilitas ekonomi politik dalam kebijakan pemerintah pemerintah yang dianggap tidak konsisten. Salah satunya di awal pemerintah Jokowi, pemerintah akan melakukan reformasi fiskal dengan merelokasi belanja subsidi menjadi belanja produktif,” jelas Abrar.
“Tapi inkonsistensi itu mulai dilakukan di tahun ini yang memasuki tahun politik, belanja subsidi yang semakin bertambah,” imbuhnya.
Menurut Abrar, merosotnya nilai tukar rupiah yang menginjak angka Rp 14.000 an per dolar AS sudah menjadi peringatan kepada pemerintah agar segera melakukan tindakan penyelamatan.
“Ini menjadi warning juga karena kita dari awal Januari hingga Mei itu depresiasi sudah sekitar 4,4 persen. Serta menghentikan kebijakan impor yang saat ini sangat gencar dilakukan oleh pemerintah,” tandasnya. [rakyatmerdeka]