eramuslim.com – Presiden Joko Widodo (Jokowi) angkat bicara terkait tudingan dirinya pernah meminta Ketua KPK menghentikan kasus korupsi E-KTP pada 2017 silam.
Presiden mengaku tidak pernah bertemu Agus Rahardjo Ketua KPK saat itu membahas penghentian kasus E-KTP.
“Saya suruh cek saya sehari kan berapa puluh pertemuan. Saya suruh cek di Setneg (Sekretariat Negara) enggak ada. Agenda yang di Setneg enggak ada tolong di cek lagi aja,” kata Jokowi di Halaman Istana Merdeka, Jakarta, Senin (4/12/2023).
Menurut Jokowi, saat itu dia meminta kasus E-KTP ditangani dengan baik.
Terbukti penanganan kasus e-KTP berjalan sebagaimana mestinya. Setya Novanto dihukum 15 tahun penjara karena terbukti korupsi.
“Ini yang pertama coba dilihat, dilihat di berita tahun 2017 di bulan November saya sampaikan saat itu Pak Novanto. Pak Setya Novanto ikuti proses hukum yang ada, jelas berita itu ada semuanya,” katanya.
“Yang kedua buktinya proses hukum berjalan. Yang ketiga Pak Setya Novanto sudah dihukum divonis dihukum berat 15 tahun,” imbuhnya.
Jokowi heran mengaku kasus tersebut kembali diramaikan. Ia juga mempertanyakan apa kepentingan kasus tersebut kembali diangkat.
“Terus untuk apa diramaikan itu. Kepentingan apa diramaikan itu, untuk kepentingan apa?” pungkasnya.
Pihak Istana melalui Koordinator Staf Khusus Presiden Ari Dwipayana angkat bicara terkait pengakuan Eks Ketua KPK Agus Rahardjo yang sempat dipanggil Presiden Joko Widodo (Jokowi) ke Istana.
Agus dalam acara di salah satu stasiun televisi swasta mengaku pernah dipanggil Jokowi yang sedang dalam kondisi marah untuk menghentikan kasus e-KTP yang telah disidik KPK.
Terkait hal tersebut, Ari mengatakan bahwa tidak ada agenda pertemuan antara Presiden dengan Agus Rahardjo membahas soal penghentian kasus e-KTP.
“Setelah dicek, pertemuan yang diperbincangkan tersebut tidak ada dalam agenda Presiden,” kata Ari saat dihubungi, Jumat, (1/12/2023).
Ari mengatakan saat Setya Novanto ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK, Presiden secara tegas agar proses hukum diikuti dengan baik.
“Presiden dalam pernyataan resmi tanggal 17 November 2017 dengan tegas meminta agar Setya Novanto mengikuti proses hukum di KPK yang telah menetapkannya menjadi tersangka korupsi kasus KTP Elektronik. Presiden juga yakin proses hukum terus berjalan dengan baik,” katanya
Menurut Ari pada kenyataannya, proses hukum Setya Novanto di KPK terus berjalan. Kasus e-KTP disidangkan di pengadilan dan Novanto di vonis 15 tahun penjara.
“Kita lihat saja apa kenyataannya yang terjadi. Kenyataannya, proses hukum terhadap Setya Novanto terus berjalan pada tahun 2017 dan sudah ada putusan hukum yangcberkekuatan hukum tetap,” katanya.
Ari pun menyinggung revisi UU KPK yang menuai kontroversi pada tahun 2019 lalu. Undang-undang tersebut direvisi atas inisiatif DPR bukan pemerintah.
“Perlu diperjelas bahwa Revisi UU KPK pada tahun 2019 itu inisiatif DPR, bukan inisiatif Pemerintah, dan terjadi dua tahun setelah penetapan tersangka Setya Novanto,” pungkasnya.