Eramuslim.com – Indonesia menerima takdirnya sebagai negara dengan potensi alam yang menakjubkan. Di sisi lain, negara kepulauan ini menyimpan potensi bencana alam yang tak kalah serius. Tsunami, gunung meletus, gempa bumi, banjir bandang, longsor, kebakaran hutan, silih berganti menyapa anak bangsa.
Beruntung, manusia Indonesia adalah manusia yang amat tangguh. Rentetan pilu ujian bencana alam mereka terima saja. Sejurus kemudian mereka bangkit, dengan kaki mereka sendiri.
Hati saya agak berdesir mendengar kabar dari Ibu Menteri Sosial RI, Khofifah Indar Parawansa. Ketua Muslimat NU ini mengaku jika bantuan logistik untuk bencana alam di Kemensos sudah habis. Bantuan logistik yang tersisa sudah disalurkan saat bencana banjir bandang Garut dan Sumedang beberapa waktu lalu.
Rentetan bencana alam sejak awal 2016 seperti banjir di Purworejo, tanah longsor di Banjarnegara, dan sejumlah bencana lainnya turut menguras persediaan bantuan logistik di Kemensos.
Kita paham betapa bencana amat sukar diprediksi. Jika sekarang saja persediaan logistik sudah habis, lalu bagaimana dengan tanggap darurat taktis jika sewaktu-waktu terjadi bencana (lagi)?
Negara memang masih punya Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB). Dana taktisnya (katanya) triliuan. Meski BNPB juga menjadi salah satu badan yang mendapat pemotongan anggaran demi pengetatan anggaran yang dicanangkan pemerintah. Saya tak tahu persis jumlah anggaran yang dipotong dari BNPB. Namun habisnya bantuan logistik di Kemensos dan disunatnya anggaran di BPNB harus jadi alarm.
Sebuah peringatan bagi pemerintah untuk tak lagi menganaktirikan potensi masyarakat. Seperti yang saya bilang, orang Indonesia terima saja dengan berbagai kesulitan bencana. Lalu mereka bangkit dengan kaki mereka sendiri. Kita bisa lihat aksi nyata anak-anak bangsa lain saat sesamanya ditimpa kesulitan. Tak masalah bendera mereka banyak. Mereka sedang menuntaskan misi kemanusiaan yang memanggil.
Di lapangan evakuasi, jamak kita aktivis-aktivis kemanusiaan dari Lembaga Amil Zakat (LAZ) atau lembaga filantropi Islam hadir pertama. Bahu membahu dengan elemen pemerintah dari Tagana atau BNPB, para relawan dari LAZ memperpanjang nafas pemerintah menyelesaikan kewajibannya.
Kepala Pusat Data Informasi dan Humas BNPB Sutopo Purwo Nugroho menyebut peran masyarakat dalam menanggulangi bencana amat vital. Bahkan ia menyebut kekurangan logistik amat jarang terjadi. Selain ada dana cadangan, ada elemen masyarakat yang berjibaku di sana.
Para relawan LAZ ini seolah tak peduli negara di ambang kebangkrutan atau tidak. Mereka mengetuk sanubari sesama untuk membantu saudaranya yang lain yang kesusahan. Sembari mengumpulkan bantuan, mereka terjun terlebih dahulu. Menggunakan dana titipan umat yang memang dialokasikan untuk membantu evakuasi bencana.
Para relawan ini seolah tak mendengar, anggaran negara diambang defisit. Mereka hanya tahu bahwa amanah dari umat harus segera disalurkan. Jika bantuan habis, justru itu yang diharapkan bukan? Berarti amanah tuntas tersalurkan.
Selesai evakuasi mereka tak pulang. Lembaga-lembaga zakat mencanangkan program-program recovery. Mereka memastikan betul masyarakat di wilayah bencana bisa bangkit seperti sediakala.
Ketakjuban juga pantas kita sematkan kepada para muzaki. Entah mereka mengikuti program amnesti pajak atau tidak, yang jelas mereka tak perlu dibuatkan UU untuk mengeluarkan harta bagi sesama. Mereka tak perlu disuruh-suruh untuk ungkap, tebus, lega. Mereka bahkan menyalurkan hartanya sembunyi-sembunyi dengan menuliskan hamba Allah. Tak perlu diungkap, justru dengan itu mereka lega.
Kedermawanan orang Indonesia amat luar biasa. Saat gempa Yogyakarta 2006 silam, saya menjadi saksi bagaimana ribuan nasi bungkus mengalir setiap hari dari rumah-rumah masyarakat untuk para relawan dan pengungsi. Siapa yang menggerakkan? saya tidak tahu. Yang jelas, hati mereka tergerakkan. Otomatis. Tidak perlu SK Gubernur. Berturut kemudian berbagai bencana lainnya, selalu hadir peran masyarakat di dalamnya. Salah satunya berkat semangat gigih para relawan zakat.
Oh ya, melihat sepak terjang mereka saya kira tak perlulah pemerintah mengintip dana zakat untuk digunakan sebagai dana pembangunan. Tanpa diminta pun, LAZ dan BAZ di negeri ini sudah otomatis melakukannya. Tidak percaya? Mari kita telisik satu per satu.
Pemerintah ingin mewujudkan agar mencerdaskan kehidupan bangsa bukan semata slogan saja. Lembaga zakat tanpa disuruh, mendirikan sekolah gratis, beasiswa dari sekolah dasar hingga perguruan tinggi, mendirikan sekolah tinggi gratis, dan yang terbaru ada yang berencana mendirikan universitas gratis.
Pemerintah ingin orang Indonesia sehat dan bugar, tak sulit berobat meski miskin dengan BPJS, KIS dan beberapa program lainnya. Lembaga zakat, lagi-lagi tak usah diminta. Mereka selenggarakan pengobatan gratis, mendirikan klinik gratis, operasi katarak gratis, pendampingan ibu dan anak gratis, pemberian makanan tambahan gratis, serta mendirikan rumah sakit gratis.
Pemerintah mendirikan Kementerian Tenaga Kerja. Mendirikan Kementerian Perindustrian. Mendirikan Kemenetrian Koperasi dan UKM. Mendirikan BPKM. Demi tergeraknya ekonomi rakyat. Demi terangkatnya orang-orang yang menganggur di negeri ini. Lembaga zakat lagi dan lagi tak usah diminta. Mereka berikan pinjaman usaha tanpa syarat, memberikan mentoring usaha bagi UKM, memberdayakan mustahik jadi muzaki, mendampingi desa-desa agar mandiri, mendirikan koperasi syariah tanpa riba, mencetak pengusaha, menyelamatkan kemuliaan anak putus sekolah dengan keterampilan teknis yang menghasilkan.
Lembaga zakat tanpa diminta sudah membantu kerja-kerja pemerintah. Jika pemerintah selama ini tak membuat iklim yang kondusif untuk pertumbuhan zakat lalu tetiba meminta dana zakat untuk program pembangunan, mungkin harus ada yang dievaluasi. Lembaga-lembaga ini, di saat pemerintah butuh mereka akan siap membantu. Saya amat yakin. Namun jika kondisi keuangan negara suatu saat nanti sudah kondusif, rangkul dan berikanlah kemudahan. Agar semakin banyak anak bangsa yang menitipkan hartanya secara ikhlas kepada lembaga zakat. Jika mereka terbantu, tentu pemerintah akan sangat terbantu. Adil kan?
Oleh:
Wartawan Republika,
Hafidz Muftisany