Eramuslim.com – Wakil Presiden Jusuf Kalla (JK) seenaknya menyatakan jika penyebab kerusuhan yang terjadi di Kabupaten Tolikara, Papua pada Jumat (17/7) pagi tadi disebabkan oleh pengeras suara (speaker). Menurut kakek yang usianya sudah kepala tujuh ini, waktu itu di daerah tersebut ada dua acara yang letaknya berdekatan yang digelar dari dua umat agama berbeda, Islam dan Kristen Protestan.
“Ada acara Idul Fitri, ada pertemuan pemuka masyarakat gereja. Memang asal-muasal soal speaker itu,” ujar JK dalam konferensi pers di Istana Wakil Presiden, Jakarta Pusat.
Ia menuturkan, masyarakat seharusnya dapat mengetahui bahwa ada dua kepentingan yang terjadi bersamaan. “Satu Idul Fitri, satu karena speaker, saling bertabrakan. Mestinya kedua-duanya menahan diri. Masyarakat yang punya acara keagamaan lain harus memahami,” kata JK.
Menurut dia, kedua belah pihak membutuhkan komunikasi yang lebih baik jika mau menggelar acara-acara serupa. Ia pun berharap kepolisian dan kepala daerah setempat bisa menyelesaikan masalah tersebut sesuai jalur hukum.
Ia menuturkan, kerusuhan itu berdampak pada rusaknya beberapa kios di sekitar musala yang rusak dilempari dan dibakar warga itu. Namun, ia mengaku yakin kepolisian dan pimpinan daerah setempat dapat menyelesaikan kerusuhan dengan baik. Sebuah musala dibakar dan dilempari warga setempat Tolikara. Peristiwa bermula ketika umat Islam tengah melaksanakan salat Id di halaman Koramil 1702/JWY.
Ketika imam mengucapkan kalimat takbir pertama, jemaah secara tiba-tiba didekati oleh beberapa orang. Teriakan orang-orang tersebut membuat jemaah bubar dan menyelamatkan diri ke markas Koramil.
Selang satu jam kemudian, orang-orang itu melempari Musala Baitul Mustaqin yang berada di sekitar lokasi kejadian. Para penyerang itu lantas membakar rumah ibadah itu.
Selain Musala Baitul Mustaqin, enam rumah dan sebelas kios pun menjadi sasaran amukan orang-orang itu. Kabid Humas Polda Papua Komisaris Besar Patrige Renwarin mengatakan tidak ada korban jiwa dalam keruusuhan tersebut. “Tidak ada korban jiwa dari kelompok masyarakat yang Salat Id,” tuturnya.
Polisi menurut Kombes Patridge sudah mengidentifikasi kelompok penyerang. Penyelidikan tengah dilakukan untuk melakukan upaya hukum lanjutan. “Mereka yang melakukan penyerangan sudah teridentifikasi, sudah dikenali oleh anggota TNI/Polri,” ujar dia.
Speaker jelas bukan penyebab. Orang jauh-jauh hari sudah tahu jika tanggal 17 Juli 2015 itu hari raya Iedul Fitri, bahkan kalender pemerintah sudah lama sekali menetapkan hari ini sebagai hari raya umat Islam. Jadi adalah wajar jika umat Islam merayakannya dengan gegap gempita. Yang cari gara-gara adalah penyelenggaraan pertemuan tokoh-tokoh non Muslim di dekat lapangan. Mengapa dilakukan pas dengan tanggal dan jam pelaksanaan sholat Ied? Ini merupakan provokasi dan cari gara-gara.
Coba saja bayangkan, bagaimana jika malam Natal 25 Desember, ada sekelompok orang Islam yang menyelenggarakan takbir akbar dan dzikir satu juta umat di dekat gereja. Pasti umat Kristen akan marah dan menuding jika umat Islam cari gara-gara. Logikanya sama saja.
Pemerintah memang harus adil melihat kasus ini. Jika tidak, bukan kemungkinan kasus ini bisa membesar dan menjadi berkepanjangan seperti Jihad Maluku dahulu di mana laskar Kristus akhirnya akan disapu ke laut andai saja Gus Dur waktu itu tidak sesegera mungkin menolong mereka dengan cepat-cepat menetapkan status darurat sipil. Masih ingat? (rz)