Eramuslim.com – Sejarawan lulusan Universitas Indonesia yang juga pengamat kota yang pernah ingin menjadi walikota Depok namun tidak mendapat dukungan parpol manapun, JJ Rizal, gusar dengan kasus penggusuran Kampung Pulo, Jatinegara, Jakarta Timur. Penggusuran itu, katanya lewat akun Twitter-nya pada Kamis ini (20/8), bukti tidak konsistennya Gubernur DKI Jakarta Ahok. Ahok juga dinilai hanya galak dengan orang kecil, tapi sebaliknya baik sekali dengan para pengembang atau developer.
“Kalau Ahok konsisten gusur Kampung Pulo karena dianggap tinggal di lahan hijau/resapan, gusur juga dong lingkungan rumahnya di Pantai Mutiara. Kawasan Pantai Mutiara itu kawasan yang 860 hektare diperuntukan bagi hutan bakau dan resapan. Tapi, kok, Ahok belaga enggak tahu dan berdosa tinggal di sana. Ahok enggak bakal gusur rumahnya di Pantai Mutiara meski melanggar peruntukan karena dia anggap itu rumah hoki dan dia enggak tahu sejarah ruang Jakarta. Mengapa kepada orang kecil Ahok galak sekali, sementara pada developer sepertu reklamasi Pluit yang jelas-jelas merusak lingkungan hatinya baik sekali? Yang tinggal di kawasan yang seharusnya bukan untuk perumahan tapi dibuatan jadi perumahan oleh developer dan diberi sertifikat itu terus dianggap legal? Sutiyoso ketika banjir 2002 saja menggusur rubuhin vilanya di puncak. Masa Ahok kagak mau gusur rubuhin rumahnya di lahan resapan dan hutan bakau,” kata Rizal dalam beberapa kali cuitannya.
Menurut dia lebih lanjut, rumah susun selalu menjadi alasan bahwa Ahok manusiawi. “Tapi, apa manusiawi dari punya tanah dan rumah sendiri jadi ngontrak 5 tahun doangan dan perpanjang?” ujarnya seperti dilansir pribuminews.
Dari 2,8 hektare lahan Kampung Pulo, tambahnya, 1,7 hektare punya sertifikat, tapi mereka dicap penghuni liar dan hrs pindah ke rumah susun, jadi orang kontrakan, kehilangan tanah dan kampung halaman.
“Mengapa Ahok tutup mata perusakan lingkungan, jaga larangan Kementerian Lingkungan Hidup, soal reklamasi Pluit yang akan menjadi bencana ekologi Jakarta, tapi melotot soal Kampung Pulo. Ahok bilang memihak kebenaran demi Jakarta baru, tapi rupanya Jakarta Baru = Orde Baru, bilang atas nama hukum tapi untuk si kaya, si superkaya. Ahok tahu dan orang Kampung Pulo sudah ketemu dia bawa surat legal dan konsep matang kampung berwawasan manusia dengan air, ahok sepakat tapi kemudian berkhianat. Orang Kampung Pulo sudah ketemu Ahok didampingi kawan Ciliwung Merdeka, bawa konsep hasil kerja bareng arsitek-aristek terbaik yang disaluti Ahok tapi kemudian…. Kalau ahok benar bela yang benar, kenapa urusan reklamasi Pluit, keputusan Kementerian Lingkungan Hidup, yang dimenangkan Mahkamah Agung, diabaikan, proyek rusak lingkungan dibiarin jalan? Ahok gusur dong rumahnya karena di lahan utan mangrove yang dijadikan hunian mewah dan akibatkan penurunan tanah, banjir rob, baru bela yang benar. Apa Ahok sadar dan punya pengetahuan bahwa ia pun sejenis orang Kampung Pulo yang dituduh penghuni liar penyebab bencana banjir karena tinggal di Pluit? Kalau Ahok betul menngerti Jakarta, ya, kudunya dia lihat dirinya pun bagian dari penjahat lingkungan karena tinggal di kawasan 806 hektrea hutan bakau. Ahok dukung reklamasi developer-developer gede yang jual kawasan mewah, persetan rusak lingkungan. Kalau Jakarta rusak, banjir parah, yangdisalain si miskin. Soal Ahok atau soal lama elite Jakarta, yaitu arogansi dan prasangka kepada si miskin sebagai biang masalah, dimusuhi, bukan digandeng untuk cari solusi. Bahkan, saat si miskin sudah didampingi intelektual dari aneka ilmu, Ahok tetap berprasangka ke si miskin, artinya ia anti-si miskin anti intelektual,” tutur Rizal.(fd)