4
Eramuslim.com – Belakangan ini tengah mencuat kabar bahwa Mahkamah Konstitusi (MK) akan menetapkan sistem pemilu kembali ke proporsional tertutup. Hal ini berdasarkan pernyataan dari mantan Wamenkumham Denny Indrayana.
Keberlanjutan demokrasi ada di tangan hakim MK. Para hakim diharapkan menjaga demokrasi yang sudah terbangun. Namun sebelum putusan, banyak yang memprediksi suara hakim tidak bulat.
Analisis politik Unhas A Ali Armunanto mengatakan jika sistem pemilu tertutup, maka bukan hanya Daftar Calon Sementara (DCS) parpol yang harus berubah. Peraturan pemilu, PKPU, Perbawalsu hingga juklat dan juknis juga akan berubah.
Menurutnya, ini juga bisa menjadi bencana bagi parpol baru seperti PSI dan lainnya.
“Dan akan menguntungkan PDIP dan partai lama lainnya. Sehingga ini bahaya jika pemerintah tidak punya antisipasi. Bisa kacau,” imbuh Ali.
Bahkan, potensi terjadi chaos setelah kemunculan oligarki baru. Bisa saja gerakan mahasiswa akan bergulir kembali dan lebih dahsyat dan menimbulkan political chaos.
Sementara analis politik Unismuh Makassar, A Luhur Prianto mengatakan perubahan sistem pemilu dari daftar terbuka menjadi daftar tertutup, sangat potensial terjadi.
Apalagi publik sudah bisa mengkalkulasi peta dukungan hakim MK yang selama ini selalu cenderung memihak kepentingan status quo kekuasaan. “Meskipun tetap ketukan palu sidang hakim yang sah memutuskan,” katanya.
Kalau betul terjadi perubahan, maka dampaknya akan luas. Bahkan secara agregat berdampak pada legitimasi pemilu itu sendiri. Sudah ada penolakan partai-partai politik sebelumnya dan potensi penolakan itu bisa meluas ke publik.
“Tapi kita menunggu konsistensi sikap partai-partai itu. Apalagi sistem daftar tertutup ini sangat menguntungkan elite partai,” tukasnya.
Akibat dari perubahan itu, komposisi juga pasti DCS akan terkoreksi total karena antusiasme menjadi Caleg tidak lepas dari basis popular vote dari sistem proporsional daftar terbuka selama ini. Jika berganti, maka sistem daftar tertutup akan membuat kompetisi antarcaleg tidak terjadi.
Caleg non kader akan berpikir ulang. Sementara potensi jual beli nomor urut caleg, makin terbuka.
Sumber: kontenjatim