eramuslim.com – Pemerintah berencana menghapus BBM bersubsidi, Pertalite. BBM jenis Pertamax akan menjadi pengganti Pertalite.
Rencana itu sangat disayangkan banyak pihak, sebab dampak penghapusan BBM jenis premium masih terasa. Itu terlihat dari data inflasi Sulsel masih tinggi. Inflasi Sulsel pada Juli 2023 mencapai 3,34 persen. Selain dipicu mahalnya harga beras, telur ayam ras, dan rokok, kenaikan harga BBM juga menjadi pemicu.
Saat itu, pemerintah mengalihkan subsidi Premium ke Pertalite, namun harganya tetap lebih mahal. Masyarakat khawatir jika subsidi dialihkan ke Pertamax, harga bakal lebih mahal dari Pertalite yang dipasarkan saat ini.
“Jangan sampai subsidi dialihkan (ke Pertamax) tapi harga tetap lebih mahal dari Pertalite,” protes Alex, warga Biringkanaya, Kota Makassar, Minggu, 27 Agustus.
Alex mengaku trauma, sejak harga BBM naik, itu diikuti kenaikan harga-harga barang yang lain. Sebagai penjual makanan, dia mengaku terpukul sebab bahan baku makin mahal. “Kita juga tidak mungkin naikkan harga, pelanggan lari,” sesalnya.
Analis ekonomi Universitas Muhammadiah (Unismuh) Makassar Sutardjo Tui, menuturkan penghapusan Pertalite mesti dicermati terlebih dahulu.
“Jadi harus dijelaskan dan dipahamkan ke masyarakat apa urgensinya sehingga Pertalite dihapus,” ucapnya, Minggu, 27 Agustus.
Lebih lanjut Ketua Program Magister Manajemen STKIP YPUP itu mengatakan, penghapusan Pertalite yang notabenenya adalah bahan bakar yang bersubsidi maka harus ada pengantinya. Dengan catatan, harganya harus sama dengan Pertalite.
“Jadi jangan malah lebih mahal harganya, kasihan masyarakat,” terangnya.
Guncangan Ekonomi
Menurutnya, jika betul terjadi penghapusan dan ada kenaikan harga BBM, maka pasti akan menimbulkan guncangan ekonomi dan gejolak sosial. “Inflasi pasti makin tinggi,” katanya.
Selain itu, Sutardjo juga kebijakan tersebut dipastikan akan membuat makin bertambahnya masyarakat miskin. Jika harga kebutuhan naik, pasti akan berdampak ke semua aspek. “Dalam kondisi seperti ini jangan dulu membuat gaduh,” ucapnya.
Ia menganalisa, kenaikan harga BBM bisa terjadi karena tidak ada lagi anggaran untuk subsidi. Bisa saja dialihkan ke alokasi sektor lainnya. Bisa jadi juga karena ada unsur-unsur politik bagaimana menimbulkan kegaduhan agar Pemilu ditunda.
“Apalagi ini menjelang pesta demokrasi jadi rawan dan liar ini pandangan masyarakat,” terangnya.
Sementara analis ekonomi Universitas Hasanuddin (Unhas) Andi Nur Bau Masepe, khawatir inflasi tak terkontrol lagi jika Pertalite dihapus dan diganti BBM yang lebih mahal. “Tentu saja ini akan memukul kembali daya beli,” tegasnya.
Kata dia, pemerintah diminta untuk mengurangi BBM yang tidak ramah lingkungan. Seperti Premium sudah tidak ada karena dinilai menimbulkan emisi karbon cukup banyak dibanding Pertalite.
Sekarang Pertalite diwacanakan dihapus dan dialihkan menggunakan Pertamax. Ia memberikan analisa untuk mencoba membandingkan dengan Malaysia. Mengapa mereka bisa murah, sementara sumber dan jenis BBM-nya sama.
Melihat hal tersebut kata dia, berarti inikan ada kebijakan yang tidak efisien dan tidak efektif di BUMN dan pemerintah sendiri. “Saya yakin harga BBM akan naik ini dalam jangka panjang akan memperburuk kondisi ekonomi negara,” terangnya.(sumber: fajar)