Jika Mau Berhasil, Berantas Korupsi Harus Sesuai Syariah Islam

Hizbut Tahrir pesimis pemberantasan korupsi dapat berhasil ditangan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), karena cara-cara yang digunakan tidak merujuk pada ketentuan ajaran Islam. Di mana menurut syariat Islam, paling sedikit ada enam langkah yang harus dilakukan untuk memberantas tindak pidana korupsi, antara lain gaji yang mencukupi, pemimpin teladan, larangan untuk menerima suap dan hadiah yang haram, pembuktian terbalik, bukan hakim atau jaksa yang harus membuktikan orang itu korupsi. Selanjutnya, pemberian hukuman yang setimpal, kalau jumlah yang besar bisa juga diberlakukan hukuman mati, dan keenam itu taqwa.

"Itu jarang sekali disebut-sebut dalam pengelolaan negara, taqwa itu hanya disebut di masjid dandi musholla dalam peringatan hari besar Islam. Tapi ketika bicara masalah politik, sosial, budaya tidak pernah lagi, padahal sekarang ini siapa yang orang takuti agar dia tidak korupsi. Ketika polisi bisa diberi suap, jaksa hakim bisa diatur, pengawasan inspektorat jenderal bisa diatur syariat Islam harus diterapkan, kalau kita ingin betul-betul ingin bisa mengatasi korupsi, tapi juga masalah-masalah yang lainnya, "ujar Juru Bicara Hizbut Tahrir Indonesia M. Ismail Yusanto di sela-sela Refleksi Akhir Tahun 2007, di Hotel Sofyan, Jakarta, Selasa(11/12).

Menurutnya, syariah merupakan jalan terang untuk memecahkan berbagai permasalahan yang ada, meskipun bagi sekelompok orang itu dianggap menakutkan, hal itu karena mereka tidak paham atau salah paham.

Lebih lanjut Ismail menyatakan, seharusnya pemberantasan korupsi secara langsung dipimpin oleh presiden mulai dari dirinya, keluarga, dan menteri-mentrinya, bukan dilakukan oleh lembaga KPK yang kredibilitasnya banyak dipertanyakan, dan sewaktu-waktu Presiden dapat memberhentikan para pemimpin yang duduk pada jabatan tersebut.

"Saya pesimis dengan KPK, karena proses pembentukannya saja sudah ganjil. Kalau memang komitmen dengan pemberatasan korupsi mestinya dipilih yang paling berani, yang paling tegas, ya pak Amin Sunaryadi, tapi kenapa tidak dipilih, justru terpilih Antasari Azhar yang trackrecordnya belepotan, yang orang sendiri orang sudah tahu, "ungkapnya. (novel)