Mengadu domba umat Islam yang mayoritas penduduk Indonesia, dan upaya melemahkan kekuatan TNI merupakan bentuk peperangan pada zaman modern, karenanya umat Islam dan TNI diminta menyadari hal ini untuk memperkuat ketahanan negara. Demikian diungkapkan oleh Mantan Kepala Staf Angkatan Darat (KASAD) Jendral TNI Ryamizard Ryacudu, dalam Talk Show bertajuk "Bangkit Menuju Indonesia yang Lebih Baik" yang diselenggarakan DPP Hizbut Tahrir Indonesia, di Gedung BPPT, Jakarta, Kamis(22/5).
"Sekarang perangnya halus, kalau dulu mereka yang tidak mau tunduk langsung di bom. Tapi dalam perang modern kita tidak seperti As yang melakukan invasi, kita berupaya mempertahankan negara sendiri. Kan sudah kelihatan banyak sekali yang melemahkan bangsa ini, " ujarnya.
Selain itu, menurutnya, kaum elit belum bijaksana menghadapi persoalan bangsa, dan belum nampak perbaikan yang signifikan dari berbagai sisi, dan bahkan akan semakin bertambah parah akibat kenaikan harga Bahan Bakar Minyak (BBM).
"Dari bulan kemarin rakyat menuntut agar BBM tidak dinaikan, tidak tidak didengarkan, kalau orang asing, kita nurut. Kalau sekedar saran sih tidak apa-apa, asal jangan terus menerus mengikuti, " tukasnya.
Ryamizard Ryacudu menegaskan, kekuatan suatu bangsa bukan terletak dari peralatan perang yang lengkap, tetapi tergantung dari semangat rakyatnya untuk bangkit memperbaiki perekonomian menjadi lebih kuat.
Di tempat yang sama, Anggota DPP Hizbut Tahrir Indonesia Hafidh Abdurrahman mengatakan, penjajahan secara fisik sudah berakhir, namun penjajahan non fisik masih tetap ada, Amerika Serikat sudah memasang tiga strategi untuk menjajah negara lain.
Pertama, menjadikan negara yang dijajahnya tidak bangkit dari keterbelangkangan, kemudian AS juga telah menjadikan rakyat yang terjajah itu tidak peduli, dan tidak mau melawan. Dan, yang ketiga, AS menjadikan rakyat yang dijajahnya mengalami pecah belah.
Ia mencontohkan, kasus Sunni dan Syiah yang terjadi di Irak, sedangkan di Indonesia, AS mencoba melemparkan isu pengkategorisasian moderat, liberal, radikal dan fundamentalis. Dan mereka berupaya menarik yang moderat dan liberal.
"Ini strategi yang dasyat yang tidak disadari oleh umat Islam, sehingga akhirnya kita tidak bisa bangkit, " pungkasnya. (novel)