Jemaah thareqat Naqsabandiyah di Sumatera Barat hari ini sudah merayakan Idul Fitri. Sekitar 5 ribu jemaahnya pun juga sudah menggelar salat Ied di sejumlah surau (masjid), Jumat 17 Agustus 2012.
Pantauan VIVAnews di musala Baitul Makmur, Pasar baru, Padang, salat Ied digelar sekitar pukul 08.00 WIB dan berakhir sekitar pukul 09.00 WIB. Buya Syafri Malin Mudo menjadi khatib usai salat Ied sedangkan Imam, Edizon Revindo, Sekretaris Naqsabandiyah Padang.
Meskipun lebaran lebih awal, Edizon Revindo mengimbau jemaah thareqat tetap menghormati yang berpuasa. “Kita menghimbau agar jamaah Naqsabandiyah menghormati orang yang masih berpuasa,” kata Edizon pada VIVAnews usai shalat Ied.
Jamaah Naqsabandiyah memulai awal Ramadan tahun ini lebih cepat dari pemerintah. Berdasarkan hisab munjit dan rukyat yang diyakini jemaah Naqsabandi, awal Ramadan jatuh pada 18 Juli 2012. Dalam hisab munjit, puasa Ramadan genap 30 hari setiap tahunnya dan Kamis kemarin menjadi puasa terakhir pada tahun ini.
Selain menggunakan penanggalan kalender munjit, ulama Naqsabandiyah juga melakukan rukyat dengan melihat bulan purnama saat berusia 15 hari pada bulan Syaban. Sedikitnya, ulama Naqsabandiyah melihat bulan pada saat Subuh sebanyak empat kali pada bulan syaban. Dimulai pada awal Syaban, pertengahan Syaban, hari ke-23 Syaban, dan 29 Syaban.
“Jika bulan tak terlihat pada 29 Syaban, kita genapkan Syaban menjadi 30 hari,” kata Edizon. Dengan perhitungan tersebut, thareqat Naqsabandiyah menetapkan awal Ramadan. Sedangkan penetapan 1 Syawal mengacu pada awal Ramadan yang bilangannya tak pernah berubah 30 hari setiap Ramadan.
Berbeda dengan Naqsabandiyah, thareqat Syattariyah baru melihat bulan pada Sabtu, 18 Agustus 2012 untuk menentukan 1 Syawal. “Jika bulan terlihat, besoknya (Minggu, 19 Agustus 2012) kita lebaran. Bila tak terlihat, puasa digenapkan 30 hari,” kata Ketua Umum Majelis Zikir Istiqamah Syattariyah (MAZIS) Padang Pariaman, Syafri Tuanku Imam Sutan Sari Alam.
Meskipun lebaran dua thareqat ini hampir tak pernah bersamaan, mereka sepakat mengatakan bahwa perbedaan tersebut merupakan rahmat. Keberagaman tersebut dinilai sebagai sesuatu yang indah. “Kita berbeda, tapi tujuannya tetap sama,” kata Syafri.
Hal senada diungkapkan Edizon Revindo, menurutnya, perbedaan yang ada tak perlu dibesar-besarkan. “Ini rahmat dan indahnya beragam,” ujar Edizon.(fq/viva)