Eramuslim.com – Pemerintah diminta menindak tegas para pengusaha yang melakukan pemutusan hubungan kerja (PHK) dan yang tidak membayarkan Tunjangan Hari Raya (THR) jelang hari raya Lebaran.
Pemerintah dinilai tidak cukup hanya mengeluarkan Peraturan Kementerian Tenaga Kerja (Permenaker) untuk mengurusi THR dan PHK. Selain itu, Posko THR yang dibuka Kementerian Tenaga Kerja (Kemenaker) pun dianggap tak bermanfaat bagi buruh untuk memperoleh haknya.
Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI), Said Iqbal menyampaikan, menjelang Lebaran ini, ribuan buruh di-PHK sepihak oleh perusahaan tempat mereka bekerja, tanpa memenuhi kewajiban pengusaha.
Lebih dari 1.000 buruh kontrak yang sudah bekerja tahunan di PT Miyako, Tangerang, ungkapnya, di-PHK oleh pihak manajemen perusahaan, demi menghindari pembayaran THR. Hal yang sama juga terjadi pada 700-an buruh PT Soekhwa di Subang.
“Contoh dua kasus ini bisa dipastikan tidak tercatat di Posko THR Kemenaker dan tidak ada tindakan apapun kepada pengusahanya. Inilah modus berulang setiap tahun oleh pengusaha demi menghindari pembayaran THR,” ujar Said.
Padahal, lanjut dia, jika mengacu pada Permenaker Nomor 06, THRadalah hak buruh, yang wajib dibayar pengusaha pada H-7. “Hal ini dilegitimasi pemerintah, bagi pengusaha yang mem-PHK buruhnya sebelum Lebaran, tidak ada kewajiban membayar THR,” ujar Said.
Jadi, lanjut dia, pemerintah jangan berbangga dengan sudah membentuk Posko THR dan buruh masa kerja 1 bulan sudah dapat THR hanya termaktub dalam Permenaker.
“Seolah sudah melindungi buruh, padahal tidak. Faktanya, yang dibutuhkan buruh adalah law enforcement melawan modus kecurangan pengusaha tersebut,” ujarnya.
KSPImendesak pemerintah melakukan inspeksi mendadak (sidak) ke perusahaan, bukan sekadar buka posko. Selanjutnya, pemerintah harus memberikan sanksi yang mempunyai efek jera, yaitu sanksi pidana dan perdata.
“Jadi bukan sekadar sanksi administratif, dengan mengendurkan masa pembayaran THR H-30, bukan H-7. Harus ditindak tegas, agar pengusaha tidak bisa mengelak,” ujarnya.
Dia juga menyarankan agar perusahaan yang tak melaksanakan kewajibannya membayar THR diberi tanda merah. “Agar tahun depan terdata. Pemerintah juga harus membuat larangan perusahaan tidak boleh mem-PHK atau memutus kontrak buruh pada H-30 sampai H+15,” ujarnya.
Diberitakan, Kemenaker telah menerbitkan Permenaker No 6 Tahun 2016 tentang THR Keagamaan Bagi Pekerja/Buruh di Perusahaan. Aturan baru ini berlaku mulai 8 Maret 2016. Permenaker itu menggantikan Permenaker No PER.04/MEN/1994 tentang Tunjangan Hari Raya Keagamaan bagi Pekerja di Perusahaan.
Dalam peraturan baru tersebut, pekerja dengan masa kerja minimal satu bulan akan berhak mendapatkan THR yang besarannya dihitung secara proporsional sesuai dengan masa kerja.(ts/rmol)