“Pemerintahnya mendukung penuh upaya-upaya NU dan Indonesia melawan radikalisme,” ujar Yahya.
Masih di bulan yang sama setelah kabar Yahya bertemu dengan Pence, tokoh NU tersebut dipilih untuk menjadi anggota Dewan Pertimbangan Presiden (Wantimpres). Dia dilantik pada Kamis, 31 Mei 2018 oleh Presiden Jokowi.
“Bahwa apabila ada gagasan-gagasan yang sungguh-sungguh strategis untuk negara, tentu harus secara langsung dengan mengikuti tatanan tertentu disampaikan kepada presiden. Sehingga mungkin tidak seperti sebelumnya, saya lebih berhati-hati bicara tentang negara dan pemerintahan karena sekarang nasihat saya menjadi hak-nya presiden,” ujar Yahya di Istana Negara, Jakarta Pusat, usai pelantikan.
Belum lama setelah dilantik jadi Wantimpres, Yahya jadi kontroversi soal kunjungannya ke (acara) Zionis-Israel. Sempat beredar kabar tentang wacana kerja sama antara NU dengan Zionis-Israel. Namun Pengurus Besar NU (PBNU) langsung membantahnya.
“Saya yakin kehadiran Gus Yahya tersebut untuk memberi dukungan dan menegaskan kepada dunia, khususnya Israel, bahwa Palestina adalah negara merdeka. Bukan sebaliknya,” kata Ketua Tanfiziah PBNU KH Robikin Emhas lewat keterangan tertulis, Sabtu (9/6/2018).
Kehadiran Yahya adalah untuk jadi narasumber dalam forum yang diprakarsai American Jewish Committee (AJC). Yahya mengatakan kehadirannya merupakan inisiatif pribadi, tidak ada kaitannya dengan posisi sebagai wantimpres. Acara itu berlangsung pada Minggu, 10 Juni 2018.
“Saya berdiri di sini untuk Palestina. Saya berdiri di sini atas dasar bahwa kita semua harus menghormati kedaulatan Palestina sebagai negara merdeka,” kata Yahya setelah menjadi pembicara dalam forum yang diprakarsai American Jewish Committee (AJC) di Israel, sebagaimana dilansir NU Online, Senin (11/6/2018).
AJC kemudian merilis video yang menampilkan dialog dengan Yahya lewat kanal resmi mereka di situs YouTube. Namun dalam video berdurasi sekitar 14 menit itu, tak ada pembahasan soal Palestina. AJC memang baru merilis satu video saja yang menampilkan sosok Yahya.