Eramuslim.com – Di masa kini, penegak hukum yang benar-benar menegakkan keadilan maka berani menyatakan yang salah sebagai salah dan yang benar sebagai benar termasuk jenis mahluk langka yang nyaris punah. Dalam mengikuti proses hukum kasus perbedaan pendapat antara pemerintah dengan rakyat di Bukit Duri, saya banyak belajar tentang makna keadilan dan hukum.
Saya banyak belajar tentang law and justice, hukum dan keadilan yang ternyata merupakan dua zat yang beda. Hukum berkutat di ranah rasional sementara keadilan lebih berada di khasanah nurani. Maka keputusan hakim bukan sekadar bertumpu pada lembaran-lembaran kitab hukum namun lebih pada sukma lubuk nurani sang hakim sendiri. Dalam mengikuti proses hukum Bukit Duri di serial sidang Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, saya beruntung dapat menyaksikan sepak terjang seorang penegak keadilan sejati maka berani menyatakan yang salah sebagai salah dan yang benar sebagai benar, yaitu sang Ketua Majelis Hakim PN Jakpus bernama Didiek Riyono Putro.
Sanubari saya terhenyak atas keberanian sang Ketua Majelis Hakim mengimbau Pemerintah Provinsi DKI Jakarta menghargai langkah warga Bukit Duri yang mengajukan gugatan secara perwakilan kelompok atau class action. Dalam sidang kasus Bukit Duri di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Selasa 6 September 2016, Didiek Riyono mengaku tidak memiliki kekuasaan hukum untuk menghentikan penggusuran namun demi tegaknya hukum mengharapkan pemerintah jangan main kekuasaan. Riyono menanggapi permohonan provisi yang diajukan kuasa hukum warga Bukit Duri Vera Soemarwi.
Dalam persidangan kali ini, Vera meminta hakim mengabulkan permintaannya, yaitu pihak tergugat tidak melakukan apa pun terkait dengan pelaksanaan proyek pembangunan trace Kali Ciliwung sampai perkara ini berkekuatan hukum tetap. Kuasa hukum pihak pemerintah Firman Chandra, berjanji menyampaikan imbauan hakim. Namun dia membantah pemerintah telah sewenang-wenang. Menurut dia, yang dilakukan pemerintah adalah memanusiakan warganya dengan memindahkan mereka ke tempat yang lebih baik. Penataan itu, tutur Firman, dilakukan untuk menormalkan Kali Ciliwung sekaligus mencegah banjir yang kerap melanda daerah itu. Firman menegaskan bahwa penggusuran merupakan bagian dari pembangunan nasional.
Karena di luar kemampuan dan kemauan saya pribadi maka saya tidak berani melibatkan diri ke dalam kemelut proses hukum kasus Bukit Duri yang masih akan mencari titik-temu perbedaan pendapat antara pemerintah dan rakyat. Saya hanya menyaksikan dan mendengar dengan mata telinga kepala sendiri betapa para warga Bukit Duri tulus meletakkan harapan bahkan kepercayaan kepada Majelis Hakim PN Jakut yang diketuai Didiek Riyono akan benar-benar menegakkan keadilan dengan berani menyatakan yang salah sebagai salah dan yang benar sebagai benar.
Pada siang hari bolong 22 September 2016 diperoleh pemberitahuan dari Pengadilan Negeri Jakarta Pusat bahwa Didiek Riyono Putro, SH, MHum, Nip: 196006241985121001 yang sangat diharapkan warga Bukit Duri akan menegakkan keadilan, mendadak resmi dipindahtugaskan dari Jakarta ke Sumatera. Jelas berita itu sangat mengejutkan lalu mematahkan sisa-sisa asa harapan warga Bukit Duri atas keadilan.
Warga Bukit Duri tidak memiliki kekuatan dan kekuasaan apapun kecuali dengan penuh kerendahan hari memanjatkan Doa kepada Yang Maha Kuasa agar menganugerahkan Rahmat dan Kurnia Kekuatan Lahir-Batin kepada Didiek Riyono Putro SH, MHum dalam menempuh perjalanan kariernya sebagai seorang penegak hukum sejati yang berani menyatakan yang benar sebagai benar dan yang salah sebagai salah, dan memohon kepada Yang Maha Kuasa dan Maha Adil untuk menganugerahkan seorang pengganti Didiek Riyono Putro SH, MHum sebagai Ketua Majelis Hakim kasus Bukit Duri yang tidak kalah berani menyatakan yang benar sebagai benar dan yang salah sebagai salah. Amin. [***]
Jaya Suprana, Penulis sedang mempelajari makna keadilan
(ts/rmol)