Pemerintah Indonesia harus berani menggunakan mata uang alternatif pengganti dollar dalam transaksi perdagangan internasional, karena semakin banyak negara yang menjadi mitra dagang Indonesia yang mata uang utamanya bukan dollar, sehingga mengalami resiko nilai tukar yang sangat tinggi.
Demikian pernyataan Anggota Komisi XI DPR Drajat H. Wibowo, menanggapi keinginan Wapres Jusuf Kalla untuk menggunakan mata uang Euro dalam transaksi perdagangan minyak Internasional sebagaimana diusulkan oleh Iran dan Venezule dalam pertemuan Opec, di Iran.
"Tidak jarang kita bertransaksi dengan berbagai pihak yang mata uang utamanya bukan dollar, tapi kita memakai dollar akibatnya baik banyak pihak, maupun kita sendiri mengalami resiko nilai tukar yang besar, dengan mata uang yang alternatif itu akan mengurangi resiko nilai tukar, saya kira itu sangat bagus langkah itu. Cuma kalau terlalu banyak mata uang yang dipakai, misalnya dengan Iran dengan mata uang dinnar, dengan negara lain pakai mata uang yang lain. itu mungkin akan menimbulkan kesulitan juga, "jelas ditemui, di Gedung DPR, Jakarta, Rabu(21/11).
Menurutnya, selain yang menguatkan Indonesia untuk beralih dari penggunaan dollar adalah pinjaman luar negeri Indonesia yang umumnya dalam mata uang Yen Jepang.
Mengenai reaksi AS terhadap rencana yang akan diambil Indonesia serta Iran dan venezuela, Drajat menyatakan, AS tentunya tidak akan tinggal diam berupaya melakukan tekanan-tekanan politis, karena dalam industri minyaknya menjual dalam mata uang dollar.
"Yang berfikir menggunakan mata uang selain dollar bukan hanya Indonesia, UE sudah banyak yang tidak menggunakan dollar, China dan Rusia berfikir demikian, saya rasa jangan takut dengan tekanan AS, kita hanya melakukan diversifikasi kedua dan ketiga mata uang saja, jangan terlalu banyak, "ujarnya.
Ia mengakui, memang semakin banyak negera tidak memakai mata uang dollar, permintaan dollar akan merosot, kalau permintaan merosot akan sulit bagi Bank Sentral AS untuk mempertahankan nilai tukarnya. Kalau hanya sedikit mungkin tidak akan berpengaruh, tetapi apabila banyak yang meninggalkan dollar pasti AS juga akan ‘kedodoran’.
Drajat menduga, reaksi AS terhadap rencana Indonesia tidak akan berdampak terlalu besar, tetapi dengan Iran dan Venezuela mungkin AS bisa berfikir dua kali, karena rezimnya Bush berpandangan, ‘kalau kalian tidak bersama saya, kalian bersama dengan musuh saya’, di situ tekanan politik akan muncul.
"Itu tergantung keberanian SBY, bukan harus menantang, saya tidak menyarankan demikian. Tapi jangan kita juga sendiko gusti kepada AS, padahal kita kan sejajar, "tandas politisi Partai Amanat Nasional.(novel)