Jaksa Agung: Ada Pemerasan dengan Sarana Penyalahgunaan Wewenang

 

Jakarta—Pada Rapat Dengar Pendapat (RDP) antara jajaran Kejaksaan Agung dengan Komisi III DPR RI, hari ini (Senin, 9/11/09), Jaksa Agung Hendarman Supandji menyatakan bahwa ada pemerasan dengan sarana penyalahgunaan wewenang. Ia juga menyatakan, terkait kasus Bibit dan Chandra, alat bukti yang ada tidak harus mutlak tapi cukup kuat.

Hendarman mengungkapkan bahwa Chandra dan Bibit disangkakan kasus pemerasan, tanpa menyebut kasus penyuapan. Marwan Effendy, Jaksa Muda Pidana Khusus (Jampidsus) mendukung pernyataan Hendarman. Menurut Hendarman, dugaan kasus penyuapan tidak bisa dilakukan. “Jadi, ini kasus pemerasan dengan sarana penyalahgunaan wewenang,” ujar Jaksa Agung.

Jaksa Agung mengaku bahwa dalam penyerahan berkas pertama, Polri hanya menyangkakan kasus penyalahgunaan wewenang kepada Chandra. Namun, setelah berkas diteliti oleh jaksa peneliti, kejaksaan memberikan petunjuk agar polisi juga memasukkan pasal pemerasan.

"Sekarang Polri sudah memasukkan berkas Chandra ke kami dan sedang diteliti oleh jaksa peneliti yang berjumlah 4 orang. Nanti dilihat apakah Polri melengkapi alat-alat bukti dalam kasus pemerasan itu atau tidak. Kalau memang ada alat bukti, apakah alat bukti itu bisa meyakinkan jaksa untuk meneruskan kasus ini atau tidak," ujar Jaksa Agung.

Sebelumnya dalam jumpa pers pada Jumat (30/10/09), Kapolri Bambang Hendarso Danuri menyebutkan sangkaan Bibit dan Chandra terkait kasus pemerasan dan penyuapan. Kapolri pun memberikan penjelasan disertai konstruksi dan argumentasi hukum dalam kasus pemerasan dan penyuapan, meski dengan singkat.

Menurut Kapolri, awalnya Polri hanya menyangkakan kasus penyalahgunaan wewenang. Namun, saat berkas Chandra dikembalikan ke Polri, Kejagung memberikan petunjuk agar ditambahkan kasus pemerasan dan penyuapan. Penjelasan kasus pemerasan dan penyuapan ini diulang berkali-kali oleh Kapolri.

Ketetapan apakah kasus Chandra ini akan dinyatakan lengkap atau tidak rencananya akan ditentukan Kejagung pada hari ini. "BAP kasus Chandra sudah hampir lengkap hanya menunggu kesimpulan dari tim penyidik hingga pukul 00.00 nanti malam," kata Hendarman.

Sementara itu, Hendarman juga mengumpamakan bukti yang menjerat Chandra dengan kasus perzinahan. Utamanya, bukti adanya mobil berplat KPK dan mobil Ari Muladi yang berada di Pasar Festival dalam waktu bersamaan.

"Misalnya, seorang wanita A dan pria B bukan muhrim, masuk ke hotel berdua, ada laki-laki dan perempuan di dalam satu kamar. Tak usah saya membuktikan persetubuhan, maka bisa dibuktikan terjadi perzinahan," kata Hendarman, yang juga mengaku dalam masa kepemimpinannya sebagai Jaksa Agung, ia telah mengalami dua kali tsunami kasus yang menyeret anak buahnya.

Pembuktian dalam kasus perzinahan itu, kata Hendarman, bisa diberlakukan dalam kasus yang menjerat dua pimpinan KPK.  "Kalau ada dua orang yang seolah-olah menerima dan ketemu di suatu tempat, ada mobil, siapapun orangnya bisa disimpulkan jadi alat bukti kuat, bukan bukti mutlak, maka dapat dikatakan telah terjadi (transfer uang)," kata Hendarman.

Namun, hal itu tergantung keyakinan jaksa, kata Hendarman. "Jaksa yakin atau tidak? Kalau jaksa yakin, bisa dibuktikan, alat bukti bisa meyakinkan hakim, maka maju," tambahnya.

Bibit S. Rianto dan Chandra M. Hamzah ditetapkan menjadi tersangka dalam kasus dugaan penyalahgunaan kewenangan dan pemerasan. Keduanya dijerat Pasal 12e UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Mereka diduga telah menyalahgunakan kewenangan saat mencekal bos PT Masaro Radiocom, Anggoro Widjojo dan mencabut cekal bos PT Era Giat Prima, Joko Soegiarto Tjandra.

Dengan pernyataan Jaksa Agung ini, berarti ada perbedaan sangkaan dengan yang disampaikan Kapolri di Komisi III, pekan lalu. Pada saat itu, Kapolri menyatakan bahwa Bibit dan Chandra dikenakan sangkaan penyuapan dengan saksi Ari Muladi. Tapi kemudian, Ari Muladi mencabut pengakuan itu. (Ind/ant/Vn)