eramuslim.com – Pada masa reformasi 1998, Prabowo Subianto, yang saat itu menjabat sebagai Panglima Komando Cadangan Strategis Angkatan Darat (Kostrad), terlibat dalam isu penculikan aktivis mahasiswa dan tokoh pro-demokrasi.
Beberapa pihak mengaitkan Prabowo dengan serangkaian tindakan kontroversial tersebut, yang menjadi sorotan dalam perdebatan politik, terutama dalam konteks Pilpres 2024.
Dalam sebuah video yang diunggah akun Instagram @komenpol.id, Muhammad Ainun Nadjib atau biasa dikenal Cak Nun menceritakan situasi yang dihadapi Prabowo.
Dikatakan Cak Nun, memang pada masa itu ada beberapa satuan diberikan tugas mengantisipasi kelompok-kelompok aktivis.
“Jadi ada beberapa satuan yang diperintah untuk mengantisipasi kelompok-kelompok aktivis pada 1997,” ujar tokoh aktivis kebudayaan itu dalam video berdurasi satu menit itu dilansir pada Sabtu (16/12/2023).
Sialnya bagi Prabowo ketika dia menculik aktivis, satuannya tidak memusnahkan para aktivis tersebut.
Hanya saja, kata dia, para aktivis yang diculik satuan Prabowo hilang tanpa diketahui keberadaannya.
“Sialnya Prabowo itu, ketika dia menculik tapi tidak dimusnahkan. Terus jadi orang hilang itu,” ucapnya.
Tambahnya, yang diculik satuan Prabowo saat itu dikembalikan ke masyarakat. Sebagian dari mereka yang tidak hilang, ikut ke Partai Gerindra bersama Prabowo.
Nama-nama yang ikut pada poros Prabowo di antaranya Pius Lustrilanang dan Haryanto Taslam.
“Yang diculik oleh pasukannya Prabowo ini, dikembalikan ke masyarakat, makanya mereka ikut Gerindra. Memang diculik, tapi tidak dipateni,” tukasnya.
Pius dan Haryanto sejak awal telah bergabung dengan Gerindra. Meskipun sebelumnya sempat berlabuh ke Partai lain.
“Makanya, Pius, Haryanto Taslam, ikut Gerindra sejak awal. Mereka berterima kasih kepada Prabowo,” tandasnya.
Pius sebelumnya merupakan Panglima Brigade Siaga Satu (Brigas).
Masuk dalam gerbong gerakan pembaharuan PDIP yang ingin mengoreksi manajemen otoriter.
Saat itu, Pius tidak mendukung Megawati untuk kembali menjadi Ketum PDIP.
Beberapa tahun kemudian, Pius menjadi Wasekjen Partai Demokrasi Pembaruan tahun 2005-2007, menjadi Ketua Umum Partai Persatuan Nasional tahun 2007-2008, dan akhirnya berlabuh di Partai Gerindra dan berhasil menjadi anggota DPR pada periode 2009-2014.
Adapun Haryanto, merupakan pengurus pusat PDI pro Mega. Dari informasi yang dihimpun, pada 8 Maret 1998, Haryanto diculik dan disekap 40 hari, lalu dibebaskan pada 17 April 1998.
Selanjutnya, Haryanto pindah haluan parpol. Dia gabung dengan Partai Gerindra 2009. Para aktivis 1998 terkejut lantaran persepsi saat itu menganggap aktivis 1998 tentu bermusuhan dengan Cendana dan Prabowo.
Tepat pada 2012, Haryanto menjadi anggota dewan pembina Partai Gerindra. Lalu pada 14 Maret 2015, Haryanto mengembuskan napas terakhirnya di Rumah Sakit Medistra, Jakarta. (sumber: fajar)