eramuslim.com —Beberapa misi bantuan medis yang saat ini beroperasi di Jalur Gaza telah dilarang oleh penjajah “Israel“. Mereka tidak lagi diizinkan mengakses pasien di daerah itu.
Menurut laporan Middle East Eye, Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mengumumkan hal tersebut kepada kelompok medis setelah “Israel” memberitahu melalui pesan teks.
Di antara misi medis tersebut adalah Fajr Scientific, Glia, dan the Palestinian American Medical Association (PAMA). Pihak penjajah tidak memberikan alasan yang jelas kenapa larangan itu dikeluarkan.
Dilansir oleh Washington Post, WHO menyatakan prihatin dengan dampak larangan tersebut, sebab sistem medis di Gaza sedang kritis. Keberadaan tim medis darurat sangat penting untuk menjaga sistem tetap berjalan, karena hanya 17 dari 36 rumah sakit di Gaza yang masih bisa beroperasi.
Bencana Kelaparan
WHO mendesak kepada ‘Israel” agar misi medis difasilitasi masuk ke Gaza. Pasalnya, saat ini telah terjadi kekurangan gizi dan penyakit yang merajalela. Tidak ada makanan atau bantuan apapun yang masuk terutama ke Gaza utara sejak 1 Oktober 2024, di tengah operasi darat besar-besaran membabibuta yang terus dilakukan oleh penjajah “Israel”.
“Ini adalah vonis mati bagi ribuan pasien,” kata the International Centre of Justice for Palestinians (ICJP) dalam pernyataan tertulis. “Organisasi-organisasi tersebut telah mengirim ratusan delegasi medis untuk memberikan bantuan yang menyelamatkan nyawa warga Palestina yang sakit dan terluka di Gaza selama dua belas bulan terakhir.”
Tim medis dari organisasi-organisasi tersebut telah merawat lebih dari 15.000 pasien sejak Oktober 2023. Mereka juga mengirimkan tim spesialis bedah, trauma, kedokteran anak, dan bedah syaraf. ICJP menambahkan bahwa mungkin ada kelompok lain yang juga terkena dampak dari larangan ini.
Seluruh penduduk Jalur Gaza saat ini berisiko menderita kelaparan akut. Situasi diperkirakan akan memburuk karena penjajah memperketat pengepungannya dan terus membombardir Gaza tanpa henti. Ancaman kelaparan semakin tinggi. Persediaan makanan, air, bahan bakar, dan peralatan medis semakin menipis.
The Integrated Food Security Phase Classification (IPC) mengatakan, sekitar 1,84 juta orang di seluruh Gaza mengalami kerawanan pangan akut. Di antaranya sekitar 133.000 orang tergolong suffering catastrophic food insecurity (menderita bencana kerawanan pangan).
IPC yang melakukan analisis antara 30 September dan 4 Oktober 2024, memperkirakan jumlah orang yang mengalami kelaparan parah akan meningkat hampir tiga kali lipat dalam beberapa bulan mendatang.
Dokumen Mengerikan
Pada 9 Oktober 2024 lalu, The New York Times menayangkan esai berjudul “65 Doctors, Nurses and Paramedics: What We Saw in Gaza”. Tulisan tersebut merupakan hasil tim yang dipimpin Feroze Sidhwa, seorang dokter bedah trauma di PAMA, salah satu organisasi medis yang kini dilarang “Israel”. Dokumen itu juga memuat kesaksian dari Mimi Syed, seorang dokter gawat darurat yang juga merupakan relawan PAMA.
Isinya mengerikan. Misalnya gambaran secara rinci keadaan pasien anak-anak yang ditembaki di kepala. Ini menunjukkan bahwa anak-anak menjadi sasaran tembak tentara “Israel”.
Dokumen tersebut juga menyoroti besarnya luka bakar dan cedera yang dialami anak-anak. Dan hanya sedikit yang mendapat bantuan psikiater.
Tak lama setelah tulisan tersebut diterbitkan, The New York Times diserang netizen. Media ini dianggap “mengabaikan kebrutalan HAMAS” dan “menyalahkan Israel”.
Sedangkan beberapa media lain mengutip pejabat atau tentara “Israel” yang menyebut pencitraan para dokter itu dibuat-buat.
“Kami mendukung esai ini dan penelitian yang mendasarinya,” tulis editor opini The New York Times, Kathleen Kingsbury. “Kami telah menyunting esai tamu ini secara saksama sebelum mempublikasikan, memverifikasi laporan dan gambar melalui bukti foto dan video spendukung serta metadata berkas. Kami juga memeriksa kredensial dokter dan perawat.”
Tulisan tersebut menyajikan hasil pemindaian para ahli independen yang mengkhususkan diri dalam luka tembak, radiologi, dan trauma pediatrik. Kredibiltasnya telah teruji, kata Kingsbury.
Dalam dokumen tersebut juga ada foto-foto korban. Namun foto-foto itu “terlalu mengerikan untuk dipublikasikan”, kata The New York Time.
Karena “Israel” tidak menginzinkan jurnalis masuk ke Gaza, para profesional medis merupakan salah satu dari sedikit orang yang dapat membagikan apa yang mereka saksikan kepada dunia luar.(Hidayatullah/Pambudi)