Kesempatan waktu tiga bulan untuk membuktikan Ahmadiyah telah menjalankan 12 butir pokok ajarannya secara konsisten sesuai dengan Islam, merupakan strategi buying time yang dilakukan oleh pemerintah. Hal tersebut disampaikan oleh Juru Bicara Hizbut Tahrir Indonesia M. Ismail Yusanto saat Audiensi dengan Fraksi Partai Persatuan Pembangunan, di Gedung DPR, Jakarta, Rabu (6/2).
"Pemerintah mencoba untuk mengulur-ulur waktu semacam mengembangkan opini, tetapi ujungnya ya Ahmadiyah akan dibiarkan begitu saja, "ujarnya.
Menurutnya, memaksakan pemerintah secara tegas membubarkan Ahmadiyah memang perkara yang tidak mudah, sebab sejak awal pemerintah dalam hal ini Menteri Agama tetap bersikukuh memberikan kesempatan kepada Ahmadiyah, untuk membuktikan komitmennya.
"Kita sudah tahu 12 poin itu tidak sungguh-sungguh, dan kita sudah punya banyak bukti sebagaimana sudah diketahui, tidak ada yang berubah dengan Ahmadiyah, dari segi keyakinannya, pemahamannya, doktrin maupun dari sisi amalan-amalannya, "tandasnya.
Meski demikian, lanjut Ismail Yusanto, masih ada kemungkinan lain yakni apabila Ahmadiyah dinilai gagal melaksanakan 12 poin itu, setelah tiga bulan, maka kemudian pemerintah serta merta akan melarang Ahmadiyah.
"Tetapi terus terang saya sendiri ragu, bahwa kemungkinan yang kedua yang paling rasional paling soft ini yang akan ditempuh pemerintah, "imbuhnya.
Ia menambahkan, sebetulnya jika pemerintah sungguh-sungguh mencari dasar untuk melarang Ahmadiyah, dasar itu sudah sangat banyak. Di mana sudah ada fatwa MUI, dan kalau itu masih kurang, ada juga fatwa OKI Rabithah alam Islami. Tetapi, kalau itu dinilai lembaga partikelir non pemerintah, maka pemerintah bisa mengacu pada keputusan tim pakem tahun 2005.
Namun, lanjutnya, tak satu pun ditempuh oleh pemerinta, bahkan kemungkinan ketiga pemerintah dapat mencari dalil lagi untuk membiarkan Ahmadiyah."Kita sendiri harus mencari cara untuk menghadapi kemungkinan yang ketiga ini, jangan sampai kita dikerjai oleh pemerintah, "tukasnya.(novel)