Dalam kajian perbandingan agama, para pemikir liberal mensejajarkan Islam dengan agama yang lain. Karena itu tak mengejutkan bila mereka menganggap Islam termasuk bagian masalah ketika terjadi konflik pemeluk umat beragama. Benarkah demikian?
Prof. Dinson dalam bukunya Emotions As The Basis Civilization, menyatakan, Islam datang ketika dunia menghadapi kehancuran. Saat itu bangsa-bangsa, suku-suku dan kelompok-kelompok ras manusia saling berperang, sehingga penduduk dunia betul-betul hampir punah; tidak ada peradaban maupun nilai yang diagungkan.
”Pada abad ke lima dan enam, katanya, dunia di ambang jurang kebinasaan. Hal ini terjadi karena keyakinan-keyakinan agama telah dihancurkan…. Ketika itu suku-suku dan kabilah saling bermusuhan. Tidak ada undang-undang maupun nilai yang dihormati. Sedangkan agama yang dibawa Al-Masih (Nabi Isa ’alaihis salam) sebagai penggantinya juga hampir dalam kehancuran serupa. Dari fenomena kerusakan-kerusakan yang nyaris sempurna itu lahirlah seorang laki-laki yang menjadi obat paling baik bagi semua penyakit manusia. ” (Ahmad Syalabi, Muqaranah al-Adyan, 1984).
Dengan demikian, tudingan miring para liberalis itu tentu terbantahkan. Peperangan, konflik, dan perpecahan umat manusia, papar Ahmad Syalabi, pakar perbandingan agama dan pendidikan asal Mesir, itu bukan disebabkan oleh Islam. Justru ia datang untuk meluruskan kembali keyakinan umat tentang nila-nilai tauhid yang telah diselewengkan para pemeluk agama sebelum Islam.
Menurutnya, para pemeluk agama saling bermusuhan itu dikarenakan mereka menyimpang dari risalah para nabi yang diutus-Nya. Tidak hanya agama-agama yang dikelompokkan agama samawi-dalam arti punya kitab suci dari Allah Swt-, tapi juga agama-agama ras dan bangsa, seperti agama-agama bangsa Cina, Hindu. Demikian juga agama Kristen. Semua agama itu ingin merusak tauhid Islam, tapi upaya mereka gagal, karena itu pula Islam selamat dari penyimpangan. ”Penyimpangan terhadap aqidah dan keyakinan agama (tauhid) itulah sejatinya yang menjadi penyebab perselisihan dan pertentangan para pemeluknya, ” ujarnya.
Menuduh Islam sebagai bagian dari faktor peperangan antar manusia itu sama saja mengingkari kebenaran Islam. Pertentangan dan permusuhan itu dimulai dari peyimpangan keyakinan beragama seseorang. Berawal dari situ itu pula, Yahudi terbelah menjadi 71 pecahan, Kristen menjadi 72 kelompok, dan Islam menjadi 73 golongan. Dari semua itu, Nabi Saw mengingatkan, bahwa hanya satu yang selamat. ”Siapa itu yang Rasulullah? Tanya sahabat. ”Mereka itu adalah orang-orang yang teguh memegang sunahku dan sunah para pemimpin yang mendapat petunjuk (al-Khalifah al-Rasyidah). ” Mereka inilah yang tauhidnya lurus.
Pendapat Ahmad Syalabi itu dibenarkan oleh pemikir Islam Roger Garaudy. Pemikir asal Perancis yang pernah berpindah-pindah agama ini menyatakan, Islam merupakan satu-satunya keyakinan yang menyelamatkan dunia dari perpecahan dunia. Ketika imperalisme Inggris, Perancis dan Eropa menguasai dunia, saat itu Al-Qur’an menjadi satu-satunya kekuatan yang melawan mereka.
”Ia (Al-Qur’an) memproklamirkan dengan kekuatan yang kokoh dan baru, ia mempertahankan iman kepada Allah dan memelihara manusia dari kepunahan, ” tegas Garaudy.
Di sini pula relevansi pembaharuan yang dibawa Muhammad Abdul Wahhab. Dialah pembaharu di bidang tauhid. Ia juga tokoh pertama yang mendesak dan menuntut perlunya umat Islam kembali ke nilai-nilai tauhid yang benar dan lurus sebagaimana diajarkan Nabi Saw.
Sayangnya, pembaharuan (tajdid) yang diserukan cendikiawan asal Arab Saudi itu disalahpahami oleh banyak pihak, termasuk oleh para penerusnya. Sehingga segala bentuk kekerasan yang menimpa di dunia ini lantas pelakunya dituding wahabi dan teroris.
Tidak sedikit pula dari kalangan umat Islam, termasuk mereka yang disebut scholar, berkeyakinan demikian. Padahal kalau mereka tahu inilah yang diharapkan dan disenangi para pengausa Amerika Serikat (AS) dan Barat.
Dari sinilah penjajahan bangsa Barat bermula lagi sampai hari ini. Pasalnya sederhana. Mereka tahu sebagian kita sudah meyimpang dari tauhid yang diajarkan Nabi Saw dan para sahabatnya. Mereka juga paham-karena akidah kita menyimpang- kita terpecah-pecah. (dina)