Sulitnya proses investasi atau penanaman modal di Indonesia lebih dikarenakan birokrasi yang rumit, biaya yang mahal serta banyaknya korupsi. Oleh karena itu, Komisi VI DPR RI bertekad menyelesaikan RUU Investasi Mei–November 2006 guna mencegah masalah-masalah tersebut.
“Badan Musyawarah (Bamus) DPR pada 9 Mei telah memutuskan penanganan RUU itu untuk dibahas di Komisi VI DPR RI,” ujar Ketua Komisi VI DPR Didik J. Rachbini kepada wartawan di Gedung MPR/DPR RI Jakarta, Kamis (18/5).
Untuk pembahasan RUU itu, Komisi VI DPR akan meminta pandangan fraksi-fraksi DPR RI pada Juni mendatang. Selain itu akan mengadakan rapat dengar pendapat umum (RDPU) dengan para pakar, perguruan tinggi, pengusaha, Kadin Indonesia, LSM, dan lain-lain.
Sedangkan rapat dengar pendapat (RDP) akan dilakukan bersama Polri, gubenur, bupati, DPRD Provinsi, DPRD Kabupaten/Kota, dan BKPM untuk memberikan masukan terhadap RUU Modal itu hingga akhir Juni 2006. Yang terpenting lagi Komisi VI DPR akan berkunjung ke beberapa provinsi dan studi banding ke Dubai, Cina, dan Asia Tenggara.
Selain itu pihaknya juga akan melakukan rapat kerja (Raker) dengan Menteri Perindustrian Fahmi Idris, Menteri Perdagangan Marie Elka Pangestu, Meneg BUMN dan menteri-menteri terkait lainnya pada Juli. Sementara fraksi-fraksi akan menyusun DIM (Daftar Inventarisasi Masalah) pada Agustus, dan pada November akan disahkan sebagai UU Investasi.
Menurut Didik J. Rachbini, proses investasi di Indonesia sejak 37 tahun lalu memang membutuhkan proses panjang dan birokrasi yang rumit hingga 150 hari atau selama lima setengah bulan.
“Kalau bisa 30 hari kenapa harus berlama-lama. Jadi, pembahasan RUU ini akan terjadi perdebatan besar karena sejak 37 tahun merdeka, baru sekarang kita memiliki UU Investasi,” katanya.
Seperti diketahui, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) sudah memasukkan RUU itu kepada DPR RI melalui Surat Presiden Nomor R.30/Pres/3/2006 tanggal 21 Maret 2006 perihal RUU tentang Penanaman Modal tersebut pada Sidang Paripurna DPR RI, pada 1 Mei. (dina)