Insiden Monas untuk Jegal Penerbitan SKB Ahmadiyah

Tuntutan berbagai kalangan agar Front Pembela Islam dibubarkan diduga sebagai upaya mengalihkan wacana pelarangan Ahmadiyah. Sebab, desakan yang semula adalah penerbitan Surat Keputusan Bersama (SKB) 3 Menteri tentang pelarangan Ahmadiyah. “Namun dalam waktu yang relatif singkat, opini ini terkikis dan berubah drastik, ” ujar anggota Komisi VIII DH. Al-Yusni di Gedung DPR, Jakarta, Kamis (5/6).

Menurutnya, insiden Monas diduga sengaja didesain untuk menggagalkan penerbitan SKB yang tinggal pengumumnnya itu. Dengan kejadian tersebut, maka pelarangan Ahmadiyah sebagai aliran sesat bisa tertunda. Oleh karena itu, Al-Yusni menduga, tragedi Monas dibentuk sebagai rekayasa pihak-pihak yang tak bertanggungjawab agar peemrintah menunda penerbitan SKB tersebut.

“Sebenarnya itulah masalah hulunya, sementara pemerintah justru sibuk dengan masalah hilirnya. Parahnya pemerintah selalu reaktif dengan opini yang dikembangkan pendukung Ahmadiyah, ” katanya. Dijelaskannya, tuduhan pendukung Ahamdiyah, Alinasi Kebangsaan untuk Kebebasan Beragama dan Berkeyakinan (AKKBB) bahwa FPI tidak mau hidup dengan kelompok lain sangat berlebihan dan mengada-ada.

“Bahkan paling berbahaya adalah tuduhan FPI tidak mendukung NKRI, ” tegas anggota F-PKS ini. Tak hanya itu. Para pendukung Ahmadiyah juga berupaya mendelegitimasi FPI sebagai satu-satunya ormas kekerasan. Padahal, justru Ahmadiyah itulah yang telah melakukan penodaan terhadap agama Islam.

Sementara, Sekjen Dewan Dakwah Islmiyah Indonesia Depok, N. Hidayat, MSi., menyatakan, pihaknya sangat prihatin dengan sikap sejumlah pihak yang ingin menghancurkan FPI. Padahal, katanya, FPI punya andil besar dalam memperbaiki moral anak muda ibukota. “Suatu ketika, sekitar lima tahun lalu, saya pernah mengikuti aksi FPI di Petamburan. Jakarta Setelah mengadakan pembekalan ceramah sebentar di Petamburan, massa bergerak ke Jakarta Pusat. Aksi keliling sekitar Jakarta Pusat dan Jakarta Utara ini berlangsung sampai hingga sekitar jam 1 malam. Apa aksinya? Mereka berkeliling Jakarta untuk menghancurkan iklan-iklan bir dan iklan-iklan maksiyat lainnya, ” paparnya.

Menurutnya, aksi FPI di Monas ini sebenarnya bisa dipahami. Sebab, memang situasi di lapangan ketika demo atau aksi, sering timbul hal-hal yang tidak terduga. Dalam pergerakan massa, seringkali emosi lebih memimpin daripada rasio. “Apalagi bila kelompok yang selama ini menghina Islam, kelompok yang tidak mengakui Nabi Muhammad sebagai nabi terakhir melakukan provokasi di lapangan, ” imbuhnya. (dina)