“Anda bisa bayangkan, kalau presiden kita petugas partai, maka, seluruh urusan negara juga bersandar kepada kepentingan partai. Padahal, kita semua tahu, bagaimana mental politisi kita. Mengerikan bukan?,” tambahnya.
Mantan Ketua Pemenangan Khofifah-Emil di Kabupaten Jombang ini, juga menegaskan, bahwa, Indonesia butuh orang kuat, tegas, jiwa raganya teruji untuk NKRI, dadanya Merah Putih.
“Hanya orang yang berpihak kepada rakyat yang bisa menuntaskan persoalan negeri ini. Bukan politisi yang suka janji-janji kosong. Katanya tidak impor beras, nyatanya berjuta-juta ton beli ke luar negeri, padahal Bulog bilang gudang penuh. Ini dagelan macam apa?* Maka, jangan kaget, kalau petani kita semakin merintih,” jelasnya.
Ditanya soal masuknya KH Ma’ruf Amin, Rais Aam PBNU sebagai wakil Jokowi, Kiai Rosyad bergeming.
“Itu bukan keputusan NU, itu urusan pribadi, kepentingan politisi yang hanya untuk mengamankan partai. Warga NU sudah paham soal khithah-26,” tegasnya.
Kiai Rosyad membuka sedikit alasan batin, mengapa harus mendukung Prabowo-Sandi.
“Anda perlu tahu, bahwa, para pendiri NU ini, tidak merestui jamiyah NU dipakai untuk kepentingan politik praktis. Masih ingat Pilgub Jawa Timur? Ini akan terulang dalam Pilpres 2019, NU dijadikan alat kepentingan politik praktis. Mereka menghalalkan segala cara. Sekarang kembali kepada Anda, masih cinta NU atau tidak? Cinta NKRI atau tidak? Cinta bangsa Indonesia atau tidak? Itu saja,” tutupnya dengan nada serius. (swa)