Eramuslim.com – Wacana untuk melegalkan prostitusi di beberapa apartemen yang ada di DKI Jakarta, sempat di dengungkan oleh Gubernur DKI Jakarta, Basuki Tjahaja Purnama (Ahok). Meski sekedar wacana, namun rencana itu menimbulkan reaksi keras dan kecaman dari berbagai pihak. Ahok dinilai tidak pantas jadi pemimpin Ibu Kota. Kalau masih mau membangun apartemen khusus prostitusi, sebaiknya Ahok hengkang ke Singapura, Hongkong atau Beijing/China.
Ustad Fahmi Salim dari Majelis Ulama Indonesia (MUI) mengatakan Ahok memang tidak pantas menjadi pemimpin di Ibukota.
“Negara Republik Indonesia terutama Ibukota Jakarta memang tidak cocok dipimpin Ahok,” ujar Ustad Fahmi kepada Harian Terbit di Jakarta, Minggu (2/10/2016).
Saat ditanya mengapa Ahok tidak layak menjalankan pembangunan tersebut? Fahmi menegaskan Ahok tidak akan mampu melakukan hal itu.
“Kalau mau mewujudkan mimpi bangun apartemen khusus prostitusi baiknya Ahok pindah ke Singapura, Hongkong atau Beijing saja,” ujarnya.
Sebelumnya Ahok mencontohkan, apabila ada seorang anak yang dicurigai sebagai seorang PSK, maka akan sulit jika pihaknya mengirim kiai, pastur, atau pendeta ke rumah anak tersebut, dengan tujuan untuk upaya penyadaran.
Menurut Ahok kedatangan kiai, pastur, atau pendeta itu hanya akan membuat orang tua si anak marah. “Padahal, ortunya sadar bahwa anaknya kerja seperti itu. Tapi, kalau di lokalisasi, mungkin siangnya, kami bisa datang, ada pastur, pendeta, kiai datang buat dia bertobat,” ujar Ahok.
Mustahil Diwujudkan
Sementara itu, nggota Komisi E DPRD DKI Jakarta, Tubagus Arif, menegaskan, Jakarta masih menghormati adat istiadat, nilai-nilai agama yang dijunjung tinggi sebagai pilar dari Pancasila itu sendiri.
“Ada sila pertama Pancasila yang harus kita pegang dan hormati bersama, dengan itu seharusnya pemprov DKI tidak mengeluarkan ide-ide yang kontroversi,” ujar Tubagus di Jakarta.
Menurut kader PKS ini, lokalisasi prostitusi ini jelas bertentangan dengan seluruh agama. “Untuk urusan ini semua agama jelas melarang,” tegasnya.
Dia mengemukakan, sebagai pemimpin, Gubernur dan Wakil Gubernur DKI Jakarta mengundang diskusi sejumlah pihak, bukan langsung melontarkan ide liar seperti ini,” tutur Tubagus.
Tak hanya Tubagus, komentar pedas terhadap rencana itu juga diungkapkan oleh anggota Komisi B DPRD DKI, Prabowo Soenirman. Dia meyakini bila rencana itu benar-benar direalisasikan, maka akan mendapat penolakan dari pihak DPRD DKI.
Menurut dia, sebaiknya Ahok mengurungkan niatnya untuk membuat kawasan lokalisasi. “Enggak benar itu. Sudah benar waktu zaman Pak Sutiyoso sudah dibuang, masa ini mau dibuka lagi,” ujarnya saat dihubungi di Jakarta,
Salah satu anggota Fraksi Gerindra DKI yang sempat menjadi Anggota Komisi D DPRD DKI ini menerangkan, kawasan lokalisasi yang ditutup Gubernur Sutiyoso beberapa tahun silam merupakan tempat pekerja seks komersial (PKS) kelas menengah ke bawah menjajakan diri.
“Yang jadi masalah sekarang kan ini lokalisasi kelas menengah ke atas. Itu yang terjadi. Ini mau dihapus kayak gimana, enggak bisalah,” paparnya.
Saat ditanya apabila Pemprov DKI tetap akan melaksanakan rencana tersebut, dirinya mengaku siap menghadang rencana itu. “Ya, coba saja. Komisi D tidak akan setujui pokoknya,” tegasnya.
Pro-Kontra
Disisi lain, Sosiolog Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, Musni Umar melihat bahwa kebijakan ini malah akan menimbulkan pro kontra di masyarakat. Sehingga, dikhawatirkan muncul konflik baru di Ibukota.
“Ini kan sudah ditutup, kenapa harus ada lagi. Nah, ini nantinya timbul lagi deh masalah-masalah konflik sosial di masyarakat, bakal banyak yang melawan gubernur. Ini enggak ada manfaatnya,” tegas Musni di Jakarta.
Menurut Musni, dibangunnya kembali lokalisasi prostitusi tak akan mengurangi maraknya prostitusi melalui media sosial. Apalagi prostitusi online justru lebih menguntungkan daripada transaksi di lokalisasi.
“Bahkan ini lebih menguntungkan, karena pelaku itu tidak perlu bayar bodyguard ataupun mucikari. Mereka kan jadi lebih bebas bergerak sendiri sepeti si Deudeuh itu,” jelas Musni.
Sebelumnya, Gubernur Ahok sempat menggulirkan gagasan untuk melegalkan prostitusi di apartemen yang berada di Jakarta nantinya. Namun, ide tersebut akan mempertimbangkan masukan dari masyarakat luas dahulu sebelum ditindaklanjuti oleh Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta ke depannya.
“Idenya itu dari Pak Gubernur adalah, tower (di apartemen) mana yang dilegalkan di situ untuk urusan itu (prostitusi). Mengenai lokasinya belum kita bahas. Kalau seperti itu, ini nanti dilihat kira-kira masukan dari masyarakat, sosial ekonominya, seperti apa,” ujar Sekretaris Daerah DKI Jakarta, Saefullah di Balaikota DKI, beberapa saat lalu.
Nantinya, jika terealisasi, sertifikat untuk membuka layanan prostitusi akan diberikan kepada apartemen dan para pekerja seks komersial yang memiliki izin dari Pemprov DKI Jakarta. “Kalau bisa ada satu apartemen yang memang berizin, profesi itu (pekerja seks) diberikan sertifikat seperti di Filipina,” ujar Saefullah.
Menurut Saefullah, Ahok menggulirkan ide tersebut sebagai respons dari marak ditemukannya praktik prostitusi online di beberapa apartemen dan kos-kosan dalam satu bulan terakhir ini.
Untuk ‘mengatur’ prostitusi tersebut, maka Ahok pun melemparkan wacana lokalisasi di apartemen tersebut kepada anak buahnya dalam rapim siang tadi.
“Agar prostitusi tidak menyebar ke mana-mana. Istilahnya Pak Gubernur, ini kan bagian dari keberadaan masyarakat. Beliau bilang ini (prostitusi) sampah. Sepanjang manusia ada, perbuatan menyimpang itu pasti ada,” tutur Saefullah.
Sementara, terhadap banyaknya pihak yang menolak, Gubernur Ahok sempat menegaskan tidak akan melanjutkan idenya untuk membangun satu unit rumah susun khusus untuk tempat prostitusi di Jakarta. Menurut Ahok, hal itu mustahil untuk diwujudkan.
Ahok mengatakan, wacana tersebut sengaja dihembuskannya untuk melihat respons masyarakat. Wacana itu juga dinyatakannya seperti sebuah ledekan bagi mereka yang selama ini berkecimpung dalam dunia prostitusi.
“Kalau mau ribut sama saya, suruh habisin semua tempat hiburan malam baru hilang rejeki,” kata Ahok di Balaikota DKI, Jakarta Pusat, beberapa saat lalu.(ts/harianterbit)