Pemerintah Indonesia akan menolak penyelenggaraan konferensi anti-Islam internasional yang akan diselenggarakan di Jerman bulan September mendatang, karena konferensi tersebut dikhawatirkan dapat memperbesar jurang perbedaan persepsi antara Islam dan non Islam.
"Kita dari awal sudah menyampaikan bahwa kita sama sekali tidak menghendaki ada konferensi seperti itu, karena itu hanya akan memperbesar jurang perbedaan pengertian antara civilisasi antara Islam dengan dunia non Islam, " kata Juru Bicara Departemen Luar Negeri Teuku Faizasyah dalam media briefing, di Kantor Deplu, Jakarta, Jum’at (22/8).
Menurutnya, apabila konferensi itu tetap dilaksanakan akan contra produktif dengan upaya-upaya yang selama ini dilakukan untuk meningkatkan dialog antaragama.
"Kita berharap menjadi mereka berfikir dua kali, apa manfaatnya sih melakukan kegiatan yang hanya menciptakan, memecut emosi umat muslim, " ujar Faiza.
Namun, Ia mengaku, hingga saat ini belum mendapatkan informasi yang jelas tentang penyelenggaraan konferensi yang diduga diprakarasi oleh salah satu kelompok yang berkedudukan di dalam parlemen.
Faiza mengatakan, pihaknya akan terus berkoordinasi dengan KBRI di Jerman untuk memantau kegiatan tersebut.
"Kita monitor terus, kita tunggu kabar dari sana, apakah konferensi itu benar akan diadakan. Karena memang kalau dilakukan oleh organisasi-organisasi kecil informasinya tidak kita terima dari tangan pertama ya, dari sumber media dan sumber-sumber lain, " jelasnya.
Sebelumnya, Juru Bicara Kepresidenan bidang Luar Negeri Dinno Patti Djalal mengaku, belum mendapat kejelasan tentang penyelenggaraan konferensi tersebut, apabila benar-benar dilakukan maka pemerintah Indonesia tidak akan segan-segan untuk melayangkan nota protes terhadap Jerman.
Seperti diketahui, konggres Anti-Islamisasi merupakan sebuah pertemuan kelompok kekuatan politik ekstrim kanan Eropa, yang direncanakan pada 19-20 September di kota Cologne. Pertemuan tersebut akan dihadiri sejumlah nama yang cenderung "mengobarkan" politik rasis di Eropa, termasuk Jean- Marie Le Pen dari Perancis, Heinz-Christian Strache dari Austria dan Filip Dewinter asal Belgia. (novel)