Sebulan terakhir, publik malah ramai melakukan protes dengan rencana pemerintah menjual, menggadaikan, atau menyerahkan pengelolaan aset BUMN (Aset negara) kepada swasta. Selain berita penjualan aset negara tersebut, hutang negara terus bertambah jumlahnya menuju angka 4 Ribu Trilliun, defisit APBN makin melebar, target penerimaan negara dari pajak rendah masih diangka 60 an persen. Semua ini, membuat kekuatiran dan bertanya-tanya, sesungguhnya bagsa ini mau dibawa kemana oleh Presiden Jokowi?
Cobalah kita lihat satu kasus seperti Freeport Indonesia. Beberapa bulan lalu pemerintah dengan buzzer media dan medsosnya bekerja bagai mesin pencuci otak meberitakan keberhasilan pemerintah terkait saham divestasi Freeport sebesar 51%.
Faktanya sekarang, itu Cuma ilusi, bahkan mendekati sebuah kebohongan karena ternyat informasi itu informasu palsu, karena Freeport membantahnya. Lagipula apa yang bisa dibanggakan andai itupun benar? Mengapa kita bangga membeli milik kita? Freeport itu milik kita 100% andai pemerintah tidak memperpanjang kontraknya setelah berakhir tahun 2021 nanti. Jadi jangan bangga membeli milik kita 51%. Ahh lucu kalian…!
Selain itu yang terbaru sekarang adalah rencana penjualan aset negara yang dimiliki oleh BUMN. Dengan berbagi macam kata yang penuh siasat, digunakanlah istilah-istilah yang tidak akbrab ditelinga masyarakat bawah seperti sekuritisasi, kerja sama dengan swasta, penyerahan pengelolaan kepada swasta.
Apapun itu istilahnya, tetap muaranya adalah pelepasan hak negara atas kekayaan aset yang dimilikinya dan dipindah tangankan kepada pihak asing atau swasta dalam berbagi macam bentuk metode pelepasan. Apakah dijual, digadaikan atau di serahkan keswasta untuk dikelola. Pemerintah ini terlalu mencari-cari pembenaran untuk mebenarkan kebijakannya melepas aset negara kepada swasta dan pihak asing.