Indonesia masih akan mempertimbangkan kembali untuk membuka kantor perwakilan di Ramalah, Palestina, mengingat untuk mendirikan perwakilan pihak Indonesia harus mendapat izin dari pemerintah Israel. Hal tersebut disampaikan oleh Juru Bicara Deplu Yuri O. Thamrin, di kantor Departemen Luar Negeri, Jakart, Jum’at (28/04).
"Yang menjadi kendala jika ingin membuka kantor perwakilan di Palestina, kita tidak punya hubungan diplomatik dengan Israel, karena wilayah Palestina masih dalam kungkungan kekuasaan Israel," katanya.
Menurutnya, meski begitu Indonesia tetap berkomitmen kuat untuk mendorong negara-negara dunia internasional untuk mendukung penyelesaian masalah Palestina, tetapi hal itu akan dilakukan sesuai dengan pola yang ada dalam International Conference on Palestine tahun 1992.
"Kita tidak akan membuat komitmen yang baru di luar itu, bisa mendapat sambutan dingin dari negara lain, karena itu harus masuk game plan yang ada," ujarnya.
Ia menegaskan, mengenai pernyataan di media massa yang seolah-olah Presiden mengggagas forum kerjasama yang baru dalam menyelesaikan masalah Palestina-Israel tidak benar, sebab yang pernyataan yang diutarakan soal utusan khusus untuk Palestina tersebut merujuk pada ketentuan yang telah disepakati pada tahun 1992.
Ia menambahkan nantinya utusan khusus ini bertugas melakukan lobi-lobi tingkat tinggi kepada negara didunia untuk memberikan kontribusi yang besar kepada Palestian, namun pihaknya belum mendapatkan informasi siapa yang akan ditunjuk menjadi utusan khusus tersebut.
"Ini bukan forum baru, sebut saja sekarang sudah ada Ring I Uni Eropa, PBB, AS, Rusia, sedangkan Indonesia serta negara yang mau berpartisipasi seperti India, Afrika Selatan dan Norwegia masuk Ring II, dan utusan khusus ini berperan mendorong penyesaiaan masalah Palestina," tandasnya.
Sementara itu Ia menyatakan, pemerintah Indonesia akan menyambut baik kedatangan Menteri Luar Negeri Palestina Mahmud Zahar yang akan melakukan lawatannya pada tanggal 25-26 Mei 2006.(novel)