Rencana pemerintah keluar sementara dari Organisasi Negara-Negara Pengekspor Minyak (OPEC) dapat berimplikasi serius terutama dari sisi keamanan pasokan security of supply minyak mengingat Indonesia lebih sebagai importir dibanding eksportir.
"Kalau ini betul (Indonesia akan keluar dari OPEC), akan berimplikasi serius bagi security of supply minyak kita, " kata Anggota DPR Komisi VII Tjatur Sapto Edi kepada wartawan di Jakarta, Kamis(7/5).
Menurutnya, ada beberapa hal yang harus dipertimbangkan, sebelum pemerintah benar-benar memutuskan keluar dari OPEC. Pertama, OPEC adalah satu-satunya organisasi negara berkembang yang disegani di forum internasional. Karena organisasi ini punya posisi tawar terhadap supply minyak mentah.
Kemudian kedua, OPEC memandang Indonesia sebagai wakil Asia dan negara Islam terbesar. Karena itu, meski iuran keanggotaan relatif besar, sekitar 2 juta euro, Indonesia masih membutuhkan keanggotaan. "Karena kita butuh keamanan pasokan minyak mentah, " tegasnya.
Lebih lanjut Tjatur mengatakan, di tengah tingginya harga minyak dan pasokan terbatas saat ini, negara-negara dengan tingkat konsumsi tinggi akan berebut.
Jika Indonesia keluar dari OPEC, komitmen pasokan yang ada bisa terputus dan beralih ke tempat lain. Sehingga Indonesia akan kesulitan mendapatkan pasokan walaupun dananya ada.
"Perlu diketahui di negara-negara OPEC yang memutuskan supply bagi industri perminyakannya adalah pemimpin negara bukan CEO dari perusahaan tersebut. Yang kurang adalah lobi-lobi dari kita mendapatkan harga yang lebih baik, " katanya.
Untuk itu, dia meminta pemerintah tidak emosional memutuskan hal ini. Sebelum kilang-kilang yang ada di Indonesia mampu mengolah minyak dan jangan sampai security of supply terancam.
Seperti diketahui, Presiden Presiden Susilo Bambang Yudhoyono mengatakan, Pemerintah Indonesia sedang mempertimbangkan rencana keluar sementara dari Organisasi Negara-Negara Pengekspor Minyak (OPEC) mengingat posisi Indonesia yang kini juga menjadi negara pengimpor minyak
Saat ini produksi minyak di dalam negeri masih di bawah satu juta barel per hari. Sementara, konsumsi minyak sekitar 1, 3 juta barel per hari.
“Oleh karena itu dalam sidang kabinet terbatas kemarin (Senin), kami memikirkan apakah akan masih tetap berada di OPEC, atau sementara mengundurkan diri saja, ” kata Presiden saat meresmikan pembukaan Musyawarah Perencanaan Pembangunan Nasional yang diselenggarakan Bappenas, di Jakarta, Selasa lalu.
Sementara itu, Wakil Ketua Badan Pelaksana Hulu Migas (BP Migas) Abdul Muin mengatakan, pemerintah perlu mengkaji secara menyeluruh rencana keluar dari keanggotaan OPEC.
"Jangan karena kita lagi stres kita cari cara-cara yang sifatnya sementara. Jadi harus dilihat matang-matang karena pengaruhnya jangka panjang, terutama masalah keamanan pasokan dalam negeri, ” pungkasnya.(novel)