Indonesia belum mampu memproduksi alat utama sistem pertahanan yang bertekhnologi tinggi, sebab untuk memproduksi peralatan tersebut harus menggunakan kredit ekspor melalui persetujuan Departemen Pertahanan.
Hal tersebut disampaikan Dirjen sarana pertahanan Dephan Marsekal Muda Pieter LD Watimena di sela-sela acara pameran bursa industri pertahanan 2006 di kantor Dephan Jakarta, Kamis(12/01).
"Kita baru sampai pada tahap memproduksi perlengkapan dasar, belum sampai memproduksi pesawat. Sebab, bila ingin memproduksi pesawat harus dengan persetujuan Dephan, " jelasnya.
Menurutnya, hingga saat ini Indonesia sudah memproduksi sebanyak 80% perlengkapan dasar. Sedangkan untuk perlengkapan teknologi tinggi seperti tank, pesawat tempur, kendaraan tempur masih harus membeli dari luar negeri.
Sementara itu Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Dephan Lilik Hendrajaya mengatakan, industri peralatan pertahanan harus didukung oleh lembaga untuk melakukan penelitian dan pengembangan, agar produksi tersebut dapat terarah dan distribusinya pun jelas. Ia merasa puas dengan produk peralatan perang yang diproduksi oleh industri dalam negeri. Tapi, ia mengakui sampai saat ini anggaran Dephan belum cukup untuk mengembangkan peralatan militer.
Lebih lanjut ia menambahkan, pada tanggal 18 Januari mendatang rencananya akan diadakan rapat pimpinan dijajaran TNI, untuk membahas proses pengembangan alat-alat militer di Indonesia. "Kita lihat apakah ada perbaikan setelah dilakukan pertemuan tersebut, " ujarnya (Novel/Travel )