Eramuslim – Ekonom Institute Depelovment Of Economics and Finance (INDEF) Bhima Yudhistira menilai kebijakan impor pangan, khususnya beras justru membuktikan bahwa data pemerintah soal surplus beras selama ini tidak bisa dipercaya.
“Ada isu misskoordinasi juga di internal Pemerintah antara Menteri Pertanian dan Bulog,” ungkap Bhima Yudhistira kepada wartawan di Jakarta, Kamis (08/02/2018).
Sebenarnya, terang Bhima, gejala kenaikan harga beras sudah lama terlihat sejak bulan November.
“Tapi persiapan kurang. Imbasnya kalau impor beras jelas akan merugikan petani. Sekarang dibeberapa daerah mulai masa tanam tapi pasar nanti diguyur beras impor. Mana ada petani yang mau tanam padi? Harga gabah dalam 1 bulan ke depan pasti jatuh disaat petani panen,” tandas Bhima.
Menurutnya, Pemerintah perlu melihat bahwa nilai tukar petani dalam 1 tahun terakhir bisa dikatakan stagnan karena berada dikisaran 101-103.
Sementara upah buruh tani riil terus turun menunjukkan bahwa laju inflasi lebih tinggi dari kenaikan pendapatan yang diterima buruh tani, sambungnya.
“Ini indikator kesejahteraan petani sudah memburuk. Apalagi beras impor masuk,” ujar Bhima.
Padahal, kata Bhima, bulan Maret nanti produksi beras prediksi Kementan mencapai puncaknya.
Pada Maret 2018 produksi padi diprediksi kembali meningkat sebesar 11,9 juta ton GKG , dengan ketersediaan beras sebanyak 7,47 juta ton dan konsumsi 2,5 juta ton.