Anggota Komisi IV DPR F-PDIP Ganjar Pranowo menyatakan impor beras sebesar 210 ribu ton dilakukan pemerintah lebih karena kepentingan asing.
Menurutnya, kebijakan impor beras tersebut diduga akibat adanya tekanan dari WTO. “Kabulog mengakui bahwa memang pemerintah sudah ada ikatan dengan WTO,” ujar Ganjar kepada pers di Gedung DPR, Jakarta, Selasa (19/9).
Oleh karena itu, F-PDIP mengajak semua pihak mendukung pengajuan hak interpelasi soal impor beras tersebut. “Kami meminta dukungan dari semua pihak agar hak interpelasi ini bisa berjalan dengan baik,” tegas dia.
Hal serupa disampaikan anggota Fraksi Partai Golkar (F-PG) Bomer Pasaribu. "Komisi IV DPR telah memutuskan untuk menolak impor beras. Hanya pihak eksekutif yang tidak menjalankan keputusan kami,” tegas dia.
Ia menambahkan, impor beras tentu akan memukul pendapatan petani. Padahal sekarang ini petani sedang menikmati hasil panennya.
Sementara itu, Sekretaris Jenderal Federasi Serikat Petani Indonesia (FSPI), Henry Saragih menegaskan banyak daerah yang mengalami surplus beras, lalu mengapa harus dilakukan impor beras.
Menurutnya, impor beras merupakan tindakan para cukong beras yang memang ingin mendapat keuntungan, dan Bulog tidak bekerja dengan baik.
Selain itu, dirinya melihat adanya kekhwatiran dari Menteri Perdagangan dan Menteri Keuangan jika pemerintah membeli beras dari petani maka akan terjadi inflasi. “Kami menduga hal ini terkait dengan adanya pertemuan IMF dan Bank Dunia di mana Indonesia juga diminta oleh IMF dan Bank Dunia untuk membuka diri terhadap barang–barang dari luar negeri," ujarnya.
Akibat dibukanya kran impor, tandasnya, maka harga gabah petani kembali turun. “Harga gabah dari harga Rp 2300/kg turun menjadi Rp 2000/kg,” tandas dia. Untuk itu, selain mendatangi DPR RI, FSPI akan mendatangi Badan Pertanahan Nasional untuk menuntut BPN memberikan lahan yang cukup bagi para petani. (dina)