Eramuslim.com – Pemerintahan Joko Widodo-Jusuf Kalla (Jokowi-JK) dinilai sama saja dengan pemerintahan sebelumnya di bawah kepemimpinan Susilo bambang Yudhoyono (SBY). Yang mana, kedua pemerintahan itu sama-sama menggunakan isu hukuman mati untuk pencitraan.
Demikian disampaikan Direktur Eksekutif Indonesia Legal Resource Center (ILRC) Ully Parulian Sihombing menyikapi rencana pemerintah segera melakukan eksekusi mati terhadap 10 terpidana mati kasus narkoba.
“Kan dia (Jokowi-JK) ingin membedakan dikit dengan pemerintahan SBY biar kelihatan tegas. Tapi, sebetulnya akhirnya sama karena mengorbankan terpidana hukuman mati untuk kepentingan politik,” katanya usai jumpa pers Koalisi Masyarakat Sipil Anti Hukuman Mati di kawasan Gondangdia, Jakarta (26/4).
Menurut Ully, rencana eksekusi 10 terpidana mati merupakan politik pencitraan yang dilakukan Jokowi-JK untuk mendapat dukungan publik. Lebih jauh, demi memuluskan pencitraannya, pemerintah rela mengorbankan para terpidana mati.
“Iya, itu untuk kepentingan politis, untuk menaikkan dukungan dari masyarakat. Jadi yang dikorbankan adalah para terpidana hukuman mati itu,” ungkapnya
Senada dengan Ully, Direktur Program Imparsial Al Araf menilai, poses hukuman mati merupakan kepentingan politis untuk mendongkrak popularitas pemerintah.
Penelitian yang dilakukan Imparsial mendapati bahwa rencana eksekusi mati dikeluarkan menjelang dan sesudah pemilu.
“Pemerintahan sebelumnya (SBY) mengeluarkan eksekusi mati menjelang pemilu dan setelah pemilu, dan itu untuk membangun citra pemerintah. Pemerintah Jokowi juga melakukannya. Di saat popularitasnya turun karena kebijakan politik seperti konflik KPK-Polri, kenaikan BBM, Jokowi membatalkan grasi terhadap terpidana mati dan membuat seolah-olah negara hadir di sana,” jelas Al Araf.(rz/RMOL)