“Mestinya harga ikut (naik),” ujar Iskandar di Jakarta, Rabu (15/11).
Iskandar berharap harga BBM jenis premium dan solar pada awal tahun depan bisa mengikuti formula harga. Jika itu terjadi harga untuk premium sekitar Rp 7.150 per liter adapun solar masih dihitung keekonomian harganya. Jika mengikuti formula harga, penetapan harga BBM akan disesuaikan dengan pergerakan harga minyak dunia.
Namun Iskandar mengembalikan kebijakan penetapan harga BBM kepada pemerintah. “Itu kewenangan pemerintah. Tapi jika ikut formula, harga harusnya naik,” ujarnya. Namun sebagai perusahaan yang 100% sahamnya milik negara, Pertamina akan mengikuti putusan pemerintah.
Mengenai BBM satu harga, Pertamina tetap akan menjalankan penugasan yang telah diberikan pemerintah. Dana yang disiapkan sampai 2019 mencapai Rp 3 triliun. Biaya besar itu utamanya dari ongkos penyaluran BBM.
Iskandar menjelaskan bahwa untuk mengirimkan BBM dengan pesawat semisal membutuhkan biaya Rp 23.000 per liter, belum termasuk biaya pengangkutan darat. Sementara harga jual solar hanya RP 5.150 per liter.
Dengan besarnya biaya tersebut, Pertamina menghitung akan ada tambahan operating expenses (OPEX) hingga Rp 1 triliun untuk BBM Satu Harga. “Kami pernah submit Rp 800 miliar hingga Rp 1 triliun untuk operasi tambahan biaya opex-nya di luar yang rutin. Itu jika beroperasi penuh 54 lokasi,” ujarnya.
Lebih lanjut dijelaskan, jika ditambah dengan pembangunan 52 lembaga penyalur BBM Satu Harga tahun depan, biaya operasi Rp 2 triliun–Rp 3 trillun hingga 2019. (Swa/Ram)