Indonesia Corruption Watch (ICW) menemukan tiga modus utama manipulasi dana kampanye para pasangan calon presiden dan wakil presiden dalam Pemilu 2004.
"Manipulasi terjadi untuk sumbangan yang berasal dari perorangan, dan juga dari badan hukum atau perusahaan, " kata Anggota Manajer Divisi Korupsi Politik ICW Ibrahim Fahmi Badoh di Gedung DPR, Jakarta, Kamis (24/5).
Menurutnya, untuk sumbangan perorangan, manipulasi dilakukan antara lain dengan penggunaan nama dan alamat orang yang sebenarnya tidak memiliki kemampuan secara ekonomi menyumbang sebesar jumlah sumbangan yang tertera dalam laporan.
Fahmi juga menjelaskan, penggunaan nama dan alamat fiktif untuk menutupi besarnya jumlah sumbangan yang masuk rekening dana kampanye pasangan capres dan cawapres dari sumber yang tidak jelas.
"Tidak jelas itu, bisa dari berasal dari orang atau perusahaan yang tidak mau namanya terungkap, atau dapat juga berasal dari sumber terlarang atau hasil kejahatan, " katanya.
Hasil investigasi ICW di lima wilayah ditemukan total manipulasi dana kampanye 13, 6 miliar rupiah. Lima wilayah itu, Jakarta Selatan dan Jakarta Barat, Semarang, Samarinda, Lampung, dan Makasar.
Aliran Dana DKP ke DPR
Mengenai aliran dana DKP ke DPR, Ibrahim Fahmi Badoh mengusulkan agar sejumlah pihak yang menjadi saksi mengetahui adanya aliran dana ke DPR harus dimintai keterangan. Selain itu, ICW meminta agar Ketua DPR juga dimintai keterangan, sebab Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pernah memberikan data penerima aliran dana kepada ketua DPR.
"Kita juga meminta agar Badan Kehormatan memeriksa Sekretaris Jenderal DKP Andin Taryoto, Kepala Biro Umum Didi Sadeli dan pihak-pihak lain, termasuk juga para penghubung yang selama ini bertugas untuk memberikan dana tersebut, " tandasnya.
ICW juga berharap, laporan yang disampaikannya tentang nama lima orang anggota DPR yang diduga menerima aliran dana DKP bisa ditindaklanjuti oleh Badan Kehormatan, karena BK memiliki kewenangan untuk melakukan investigasi dan klarifikasi.
Kelima orang itu antara lain, dua orang anggota Fraksi Partai Golkar. Sedangkan dari Fraksi Partai Amanat Nasional, Fraksi Partai Persatuan Pembangunan dan Fraksi Partai Keadilan Sejahtera, masing-masing satu orang. Yang sudah mengakui menerima adalah Slamet Effendi Yusuf (FPG) dan Fachri Hamzah (FPKS).
Fahmi menginginkan ada sanksi tegas bagi anggota DPR yang menerima dana tersebut, dan Ia juga berharap, proses tersebut tidak berhenti di BK saja. (novel)