Ketertutupan dalam pengelolaan Anggaran untuk pelaksanaan ibadah haji, baik yang berasal dari jamaah maupun APBN dapat membuka peluang besar terjadi korupsi. Hal tersebut disampaikan oleh Anggota ICW Ade Irawan, dalam jumpa pers, di Sekretariat ICW, Kalibata, Jakarta, Kamis(13/12).
"Berdasarkan temuan hasil audit Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), diduga pada penyelenggaraan haji tahun 2006 negara dirugikan sekitar 387 milyar rupiah, "jelasnya dalam paparan Indonesia Corruption Watch (ICW) terkait penyelenggaraan haji Indonesia.
Menurutnya, alokasi dana APBN untuk penyelenggaraan haji cukup besar, namun biaya perjalanan ibadah haji (BPIH) yang dibebankan kepada calhaj setiap tahunnya terus mengalami peningkatan.
"Biaya penyelenggaraan haji cenderung meningkat, padahal anggaran pendamping yang disediakan APBN terus bertambah besar, "ujar Ade.
Sehubungan dengan ini ICW menilai, masih banyak misteri yang belum terungkap secara jelas di dalam penyelenggaraan ibadah haji, antara lain, dalam pengelola Dana Abadi Umat yang belum transparan melaporkan penerimaan dan pengeluaran aset, pengadaan obat-obatan bagi calhaj, penentuan maskapai penerbangan, perusahaan katering, dan tempat penginapan/hotel yang tanpa melalui tender.
Serta bunga setoran BPIH, pengadaan asesoris dan seragam bagi calhaj yang tidak jelas, padahal jumlahnya sangat besar. Di samping itu, sistem monopoli penyelenggaraan haji oleh satu departemen menimbulkan banyak masalah dalam pelayanan kepada jamaah haji Indonesia.
"Pengelolaan DAU seperti benang kusut dalam manajemen haji, Depag telah memunculkan banyak misteri, "ungkap Ade
Karena itu, ICW merekomendasikan agar, kejaksaan atau KPK untuk menindaklanjuti temuan kerugian negara dalam penyelenggaraan haji, memperbaiki transparansi dan akuntabilitas dalam pengelolaan anggaran haji, terutama yang berasal dari masyarakat,
serta meminta mempertimbangkan pelepasan monopoli penyelenggaraan haji oleh Departemen Agama.
Di tempat yang sama, Anggota Yayasan Pirac/korup haji As’ad Nugroho menegaskan, penyebab mahalnya BPIH Indonesia disebabkan komponen biaya penerbangan haji yang menyerap 40 persen BPIH yaitu sekitar 1200 dollar, di samping itu pemondokan dan katering. Biaya penerbangan haji sebenarnya bisa ditekan, apabila pemerintah mampu memberikan kesempatan maskapai penerbangan untuk mengangkut jamaah haji asal Indonesia, tidak hanya mengandalkan Saudi Arabia Airlines dan Garuda saja.
"Kenapa kok mahal, dalih mereka karena itukan charter. Dan saya pernah menanyakan kepada biro perjalanan, itu paling mahal 900 dollar, tapi di sini malah terjadi pembengkakan 300 dollar, "ujarnya.
Ia menambahkan, pokok permasalahan dari penyelenggaraan haji di Indonesia juga berada di DPR, sampai saat ini DPR belum berhasil melakukan reformasi terhadap penyelenggaraan haji dengan merevisi UU No 17/1999 tentang penyelenggaraan ibadah haji, sehingga masalah monopoli bisa diatasi, dan yang terpenting menyebarkan regulasi ke departemen-departemen lainnya. (novel)