Eramuslim.com – Indonesia Corruption Watch (ICW) mengkritisi diskresi kewenangan Gubernur Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) dalam proyek 17 pulau buatan di Teluk Jakarta.
Menurut peneliti ICW Donal Fariz, diskresi itu dapat berdampak buruk pada pemerintahan di daerah lainnya.
“Tentu pemerintah tidak bisa melakukan tindakan sewenang-wenang. Tentu setiap tindakan pemerintah itu harus ada dasar hukumnya. Tindakan preman atau perjanjian preman itu kan bisa berarti negatif dan positif,” jelasnya, Minggu (29/5).
Donal mengatakan, jika tindakan deskresi tersebut diikuti oleh para kepala daerah yang lain, maka akan banyak yang memanfaatkan pihak swasta dalam memperkaya dirinya sendiri atau orang lain.
“Bayangkan kalau justru ada tindakan yang diikuti oleh kepala-kepala daerah yang lain. Memungut sesuatu tetapi kemudian memanfaatkan pihak swasta dalam memperkaya dirinya sendiri dan orang lain. Ini kan sebuah pelanggaran hukum tentunya,” jelasnya.
Karena diskresi Ahok tidak berlandaskan hukum, seharusnya Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) bisa melihat tindak pidana korupsi atas proyek reklamasi tersebut.
“Dari kasus kontribusi tambahan ini tentu alat yang akan diverifikasi tentu apakah Ahok akan menerima manfaat atau ada upaya untuk meminta kontribusi tambahan kepada pihak swasta, itu yang akan dielaborasi oleh KPK,” beber Donal.
KPK dapat menelusuri juga apakah Ahok telah melakukan perbuatan melawan hukum dengan maksud memperkaya diri sendiri atau orang lain dalam proyek reklamasi tersebut.
“Itu menjadi unsur yang harus paling dicari oleh KPK. Kalau saja dia tidak menguntungkan diri sendiri atau orang lain tentu ini hanya akan berujung pada stagnasi. Tapi, kalau sebaliknya tentu ini bisa menjadi jalur pidana,” tegas Donal.(jk/rmol)