ICIS III Siapkan Rekomendasi Bagi Solusi Konflik

Menjelang berakhirnya pertemuan ulama dan cendikiawan muslim atau International Conference of Islamic Scholar (ICIS) III, forum tersebutmelakukan pemetaan atau mapping mengenai akar konflik di negara Islam. Selanjutnya juga akan dibuat formula atau rekomendasi untuk dijadikan solusi terhadap penyelesaian konflik tersebut.

"Sedang dilakukan mapping, saya berharap segera bisa ditentukan solusinya, " ujar Sekjen ICIS KH Hasyim Muzadi di sela-sela ICIS III, di Jakarta, Kamis (31/7).

Hasyim mengatakan, dari pertemuan dan pembicaraan intensif ditemukan banyak akar masalah konflik. Akar masalah itu, diakuinya cukup banyak saat dilakukan penggalian.

"Baik yang tumbuh dari agama, budaya setempat, maupun agresi-agresi, " ungkapnya.

Setelah dipetakan dan ditemukan solusinya, lanjut Hasyim, akan diplenokan pada hari ini. Selanjutnya akan disahkan dan menjadi rekomendasi bagi negara yang berkonflik.

"Saya sarankan juga untuk dikonsultasikan dengan pemerintah negaranya, " ujarnya.

Hasyim mengatakan yang terpenting dalam ICIS kali ini para peserta mendapatkan persamaan visi. Sehingga memandang masalah dari segi objektivitas, bukan dalam segi kepentingan dan keterlibatan.

Sebelumnya, Sekjen Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB) Ban Ki-Moon menyatakan gembira dengan ICIS III yang berupaya mengatasi konflik dan mengkampanyekan perdamaian. "Saya senang pada anda semua untuk komitmen anda untuk menyebar misi bagi dunia yang lebih damai, " ujar Ban dalam sambutan tertulisnya di International Conference of Islamic Scholars (ICIS) III, di Hotel Borobudur, Jakarta,

Ban juga mengatakan PBB tidak bisa selalu ada di depan dalam mengatasi konflik di dunia. Paran negara, ormas dan actor lain kadangkala lebih baik untuk melakukan tugas tersebut.

Perdamaian yang sudah terjadi juga perlu dijaga oleh semua stakeholder yang ada. "Stakeholder itu yaitu masyarakat sipil, termasuk pemimpin agama seperti anda, " ujarnya.

Sementara itu, Ulama Australia Gary Bouma mengatakan saat ini Islamophobia atau ketakutan terhadap Islam di negaranya cukup tinggi. Hal itu karena dampak pemikiran anti Islam yang dibangun masyarakat barat berpengaruh pada negara kanguru itu.

"Memori kaum barat tentang perang salib (crussade) yang menyebabkan Islamophobia, " jelasnya.

Padahal sebenarnya Australia adalah negara majemuk dengan banyak agama dan kultur yang hidup di sana. Karena itu, Gary mengatakan pihaknya akan berusaha mengenalkan nilai dan ajaran Islam yang baik, pada mereka agar mengakhiri kesalahpahaman dan konflik.

"Kami jelaskan bahwa Islamophobia tidak masuk akal. Mengenalkan Islam pada masyarakat dengan cara dialog yang baik, " jelasnya. (novel)