Forum International Conference of Islamic Scholars (ICIS) ke III Jumat (1/7), berakhir dan sekaligus ditutup oleh Menteri Luar Negeri Hasan Wirayuda. Pertemuan berskala internasional yang digagas oleh PBNU dan Departemen Luar Negeri RI sejak tahun 2004 ini menghasilkan sebuah dokumen "Pesan Jakarta" sebagai rekomendasi dari keputusan sidang yang berlangsung sejak 30 Juli lalu.
Menteri Luar Negeri Hasan Wirajuda dalam sambutan penutupannya mengingatkan kepada peserta yang merupakan ulama dan cendikiawan Islam serta negara peninjau untukmengingatkan kembali pesan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono yang membuka forum Rabu (30/7).
Dalam amanat pembukaannya SBY menyatakan, menciptakan perdamaian dan pembangunan bukanlah tugas pemerintah semata.
"Perdamaian dan pembangunan merupakan tanggung jawab seluruh lapisan masyarakat dan pemangku kepentingan" kata Hasan Wirayuda.
Hassan berharap, apa yang dihasilkan dalam forum ulama dan cendikiawn ini bisa diimplementasikan secara konkrit, dalam rangka menyelesaikan konflik yang terjadi dinegara-negara muslim.
"Kami sambut baik hasil yang dihasilkan dari konferensi. Ini satu langkah maju, kita berharap peran alim ulama dan cendikia Islam, pada gilirannya akan memberikan sumbangan penting bagi upaya memajukan perdamaian, " ujar Hassan.
International Conference of Islamic Scholars (ICIS III) yang diselenggarakan oleh PBNU pada29 Juli-1 Agustus 2008 di Jakarta menghasilkan keputusan bersama dalam bentuk “Pesan Jakarta”.
Berikut ini adalah isi dari Pesan Jakarta:
Pesan Jakarta
Menegakkan Islam sebagai Rahmatan lil-Alamin: Pembangunan Perdamaian dan Pencegahan Konflik di Dunia Muslim pada Konferensi International Ulama dan Cendekiawan Islam ke-3
Jakarta, 29 Juli – 1 Agustus 2008
Bismillahirahmanirrahim
Dengan menyebut nama Allah, yang maha pengasih lagi maha penyayang. Segala puji dipanjatkan kepada Allah, tuhan semesta alam. Shalawat dan salam kepada Nabi Muhammad beserta keluarga, pembawa wahyu Allah. Nabi terakhir, terkat untuk alam semesta.
Segala puji bagi allah subhanahu wata’ala yang telah menyatukan kita dalam pertemuan akbar ini. Konferensi internasional Ulama dan Cendekiawan Islam (ICIS) ke-3 di Jakarta, 2008. Dalam kebesaran-Nya, kita melanjutkan kembali pembahasan isu-isu global yang telah dimulai sejak ICIS pertama tahun 2004 dan untuk itu, ICIS tahun ini mengangkat tema “Menegakkan Islam sebagai ‘Rahmatan lil-alamin’ Pembangunan Perdamaian dan Pencegahan Konflik di Dunia Muslim”. Semoga Allah memberkati persaudaraan kita dengan rahmat dan fitrah agar terhimpun sebuah solusi yang komprehensif dan praktis guna memberdayakan ummat dalam upaya menciptakan perdamaian dan toleransi untuk kemanusiaan.
Menegaskan kembali keyakinan kita bahwa nilai-nilai dan ajaran Islam mewajibkan ummah untuk mendorong perdamaian, keadilan, kebebasan, moderasi, toleransi, keseimbangan dan konsultasi serta kesetaraan, sebagai landasan harkat dan martabat manusia.
Mengingat kembali ICIS pertama tahun 2004 dan yang ke-2 tahun 2006 yang menegaskan bahwa keyakinan terhadap Islam sebagai rahmatan lil-alamin telah terkristalisasi dalam menghadapi paradoks dunia dan ICIS harus menjadi forum internasional yang berkelanjutan dan sebagai gerakan ulama/cendekiawan.
Menegaskan kembali komitmen ulama dan cendekiawan akan perlunya peran lintas batas (‘abra al-hudud/sns frontiere) dalam membangun perdamaian ddan mencegah konflik antara lain melalui fasilitasi dan mediasi.
Kami perserta ICIS ke-3 menyatakan hal-hal sebagai berikut:
1. Mewujudkan paradigma Islam sebagai rahmatan lil alamin sebagai pandangan hidup bagi semua umat manusia untuk mengharmonisasikan nilai-nilai universal (khair) dengan nilai-nilai lokal (ma’ruf) sebagaimana diamanatkan dalam surat Ali Imran 104.
2. Melakukan upaya berkelanjutan untuk mereformasi dan merubah kendala-kendala psikologis dan dilema dari keragu-raguan (shak) menuju kepercayaan (yakin) melalui perbuatan yang baik (amal salih) sebagaimana diamanatkan dalam surat Al-Hijr 99 dan al-Baqarah 147.
3. Sepakat bahwa akar penyebab dari ketegangan dan konflik tidak disebabkan oleh faktor-faktor agama, melainkan disebabkan oleh beberapa faktor dari dalam masyarakat dan dari kekuatan-kekuatan luar, antara lain eksploitasi politik, ekonomi, dan sosial.
4. Sepakat juga bahwa globalisasi telah menghasilkan kekuatan ke dalam dan ke kuar yang menuntut negara-negara dan bangsa-bangsa untuk terus meninjau struktur politik yang dapat menciptakan dampak sosial terhadap kemanusiaan, termasuk ketegangan, konflik dan kekerasan.
5. Prihatin terhadap perbedaan antara Islam sebagai agama perdamaian dan kesatuan dan kenyataan bahwa dunia muslim masih tercoreng oleh konflik, kekerasan, kemiskinan dan penderitaan.
6. Mendorong media untuk menyampaikan berita-berita yang berimbang dan obyektif mengenai komunitas muslim di seluruh dunia dan menahan penyebaran Islamophobia, dan penistaan Islam, dan memberdayakan masyarakat untuk mendekati media.
7. Menegaskan kembali komitmen untuk mengentaskan kemiskinan, keterbelakangan, buta aksara dan semua bentuk ketidakadilan, dengan semangat kearifan dan kepercayaan bahwa Allah akan membuka jalan menuju kebaikan, sebagaimana disebutkan dalam Al-Qur’an “Allah akan merubah nasib suatu bangsa kecuali mereka merubah sendiri”
8. Mendirikan pusat-pusat media di kota-kota besar negara-negara Barat, yang akan berpartisipasi dalam berdebatan publik, penyediaan informasi dan menjembatani antara masyarakat Muslim dengan media Barat.
9. Menegaskan kembali komitmen para ulama untuk menyelesaikan konflik intra-kepercayaan dalam masyarakat muslim, yang akan menjadi kontribusi yang besar bagi perdamaian dunia.
10. Memutuskan untuk memainkan peranan yang aktif dalam mengkampanyekan kasih sayang dan pengertian mendalam mengenai perdamaian, tanpa membedakan mazhab yang ada ataupun kebangsaan (ulama sans frontiers).
11. Berkomitmen untuk melindungi kelompok-kelompok yang paling rentan termasuk wanita dan anak-anak, usia lanjut, dan orang-orang cacat, khususnya dalam masa konflik dan krisis.
12. Memberdayakan peran pemuda dan wanita Muslim agar mereka dapat berperan dalam masyarakat, termasuk dalam pencegahan konflik dan pembangunan perdamaian.
13. Memutuskan untuk membentuk “ulama sans frontiers” dengan prinsip-prinsip sebagai berikut:
a. Pemahaman dan kepekaan
b. Dialog, keterbukaan dan kesabaran
c. Solidaritas kemanusiaan
d. Keadilan
e. Kepemimpinan yang memiliki visi dan pandangan jauh ke depan
14. Menghimbau para “Ulama sans frontiers” untuk melakukan kolaborasi dengan para professional dan para ahli dalam hal-hal sebagai berikut:
A. Pengembangan kapasitas ulama di semua tingkat dalam membangun perdamaian dan mencegah konflik
b. Melakukan pengkajian yang mendalam dan pemetaan konflik yang terjadi di dunia Islam untuk mengidentifikasi faktor-faktor strategis serta pemangku kepentingan.
c. Pembentukan system peringatan dini di tingkat akar rumput agar tercipta tanggapan dini yang sesuai.
d. Memfasilitasi dan melakukan advokasi kelompok masyarakat yang tidak berdaya dan rentan terhadap provokasi.
e. Penguatan kekebalan masyarakat terhadap elemen-elemen yang dapat menciptakan benih-benih kebencian, kekerasan, dan teror.
f. Advokasi dengan menggunakan prinsip, metode, dan keahlian “ulama sans frontiers” agar dapat berkontribusi dalam upaya pembangunan perdamaian dan pencegahan konflik yang dilakukan dalam struktur formal kekuasaan baik pada tingkat lokal, nasional, regional, maupun global.
Kami selanjutnya memutuskan untuk menata kembali kinerja dan manajemen ICIS melalui penguatan organisasi sebagai berikut:
1. Penguatan sekretariat jenderal ICIS di Jakarta, Indonesia di bawah kepemimpinan Nahdlatul Ulama (NU) melalui pembentukan unit khusus untuk masing-masing kawasan dan penunjukan ahli-ahli dalam isu-isu kunci yang penting bagi persaudaraan (ukhuwah), yaitu: penyelsaian konflik, pembangunan ekonomi, keagamaan, pendidikan dan teknologi, media, dan hukum serta hak-hak minoritas.
2. Pembentukan kawasan perwakilan ICIS untuk masing-masing kawasan di Asia Timur dan Pasifik, Asia Selatan dan Tengah, Timur Tengah, Afrika serta Amerika dan Eropa.
3. Pembentukan “Ulama sans frontiers”, yang melibatkan peran para professional dan ahli-ahli, dan memanfaatkan jasa-jasa baik ini dalam pembangunan perdamaian dan pencegahan konflik du dunia Muslim.
4. Pembentukan lembaga-lembaga kajian (Think-thank) untuk melakukan studi dan penelitian untuk isu-isu pencegahan konflik, penyelesaian konflik serta perdamaian pascakonflik dan langkah-langkah pembangunan kepercayaan melalui interaksi dengan universitas terkemuka, lembaga penelitian, para ahli dan kaum profesional.
5. Menyelenggarakan ICIS setiap empat tahun sekali dan ICIS di tingkat kawasan setiap dua tahun sekali.
6. Mendapatkan akreditasi dari Perserikatan Bangsa-Bangsa, Organisasi Konferensi Islam dan badan-badan internasional lain. (novel)