Ical: Jangankan Soal Pajak, Ditembak Matipun Tak Takut

Kondisi politik Indonesia kian memanas, bersamaan dengan menjelang batas berakhirnya Pansus Century, di mana partai-partai koalisi, yang mendukung pemerintahan SBY, banyak yang tak mendukung pemerintah, bahkan mereka berseberangan. Kondisi yang ada ini akan dapat mengancam masa depan politik di Indonesia.

Ketua Umum Partai Golkar, Aburizal Bakri, kali ini berbicara sangat keras. Ketua Umum Golkar dan partainya, tak mau diancam. Ditembak matipun , tak gentar, katanya. “Dari dulu, saya tidak pernah mengancam. Tapi jangan sekali-kali mengancam saya. Maka itu saya nyatakan, jangankan masalah pajak, ancaman ditembak matipun, Golkar tidak gentar, kita siap. Golkar tidak akan berubah sikap, Golkar konsisten dengan sikap kritis yang membangun demi pemerintahan bersih”, kata Aburizal, kemarin siang, di DPR.
Aburizal Bakri saat menyampaikan pernyataannya itu, ia didampingi tiga menteri dari Golkar, Agung Laksono (Menko Kesra), Fadel Muhammad (Menteri Kelautan dan Perikanan), dan MS Hidayat (Menteri Perindustrian).

Di DPR, kemarin, Aburizal Bakrie melakukan rapat khusus di ruangan fraksi. Dalam rapat itu, semua kader Golkar hadir. Baik yang ada dipemerintahan maupun di DPR. Semuanya berkumpul di ruangan pertemuan di lantai 12. Aburizal Bakrie memberikan arahan mengenai sikap Golkar, terkait dengan isu-isu aktual. Hampir seluruh petinggi Golkar hadir, selain tiga menteri, termasuk Setyo Novanto (Ketua Fraksi Golkar), Idrus Marham (Ketua Pansus), dan sejumal tokoh lainnya. “Pak Ical membicarakan peran yang diambil Golkar untuk meningkatkan partisipasi dalam pemerintahan”, katanya.

Lebih lanjut, kepada pers, sebelum pertemuan, Ical mengatakan, kasus pajak yang ditudingkan kepadanya adalah urusan perusahaan, dan tidak ada hubungannya dengan Golkar. “Harus dibedakan antara urusan pribadi, usaha dan urusan partai. Pajak yang diubek-ubek itu masalah perusahaan, BUMN dan perbankan saja protes. Kalau ada beda penafssiran, sebaiknya dibawa ke pengadilan dan tidak dikait-kaitkan dengan politik, karena tidak ada hubungannya dengan politik”, ucap Ical.

Namun, kalau itu dipakai instrumen penekan, kata Ical, saya akan melawan. “Saya tak memiliki perusahaan itu kok. Jadi soal itu (pajak) terserah direksi, karena saham saya (di perusahaan itu) kecil”, ujarnya.

Mantan Menko Kesra itu, menegaskan posisi koalisinya, partainya tak pernah berkoalisi dengan Demokrat. Deal atau kontrak politik Golkar hanya dengan SBY, bukan dengan yang lain. “Karena itu, yang berhak melakukan penilaian kinerja menteri adalah Presiden, bukan Demokrat. Kalau orang-orang Demokrat minta presiden mereshuffle kabinet, itu langkah tidak benar”, tambah Aburizal.

Ketua Umum Golkar itu, menegaskan, bahwa tak akan mengubah kekritisan partainya dalam kasus Century. Golkar ingin pemerintahan yang bersih. “Sikap kritis ini akan dibawa dan tetap konsisten serta tidak akan berubah”, tandasnya. Dengan penegasan itu, pihaknya siap menerima resiko apapun, termasuk reshuffle menterinya.

Sementara itu, Menko Kesra Agung Laksono dan Menteri Kelautan dan Perikanan Fadel Muhammad, mengatakan, usai pertemuan itu, dimintai tanggapannya, kedua menteri dari Golkar itu, menyatakan, soal reshuffle itu, hak prerogatif Presiden, ucap keduanya.
Sekalipun tidak eksplisit, kasus pajak yang dikaitkan dengan perusahaan Bakri itu, akan menjadi instrumen untuk melakukan tekanan terhadap Golkar. Menurut pengamat politik dari Universitas Diponegoro, Semarang, Susilo Utomo, meski tak relevan, kasus pajak yang dikaitkan dengan Aburizal Bakri merupakan bentuk ancaman, katanya.

Dirjen Pajak Muhammad Tjiptardjo di sela-sela Rapat Pimpian Polri yang dihadiri Presiden SBY, Selasa, mengatakan, kasus pajak yang salah satunya menimpa perusahaan Grup Bakrie telah sampai pada tahap penyidikan. Namun, Tjiptardjo menegaskan tidak merasa  ada intervensi atau tekanan dalam menangani kasus tugakan pajak. Sementara itu, Kadiv Humas Mabes Polri Inspektur Jendral Edward Aritonang, menyatakan, memberikan dukungan kepada Dirjen Pajak.

Nampaknya, koalisi yang dibangun di awal pemerintahan SBY, sangat rapuh, karena landasannya hanyalah kepentingan semata. Pakar politik dari Universitas Tarumanegara, Susilo Utomo, menegaskan koalisi ini sangat rapuh, karena landasan bukan kedekatan ideologi dan platform, tetapi berdasarkan hitungan peta kekuatan di parlemen yang dikaitan dengan bagi kursi pemerintahan, ucapnya.

Munculnya kasus Bank Century yang berbau korupsi ini bisa berubah menjadi masalah politik, yang mempunyai implikasi yang luas bagi kehidupan politik nasional Indonesia, dan akan memunculkan guncangan-guncangan yang dapat berakibat pada instabilias politik.

Apalagi, ditambah dengan masalah-masalah baru, seperti adanya perjanjian perdagangan bebas antara Cina-Asean, yang menimbulkan dampak terhadap bangkrutnya ekonomi, dan bertumpuknya pengangguran, serta menimbulkan kemiskinan yang sangat luas. Ini akan menjadi bara api  bagi pemerintahan SBY. (m/kmps/mdk)