Hukuman mati perlu diterapkan untuk kasus-kasus kejahatan berat seperti teroris, pembunuhan, narkoba dan korupsi, sehingga memunculkan efek jera bagi orang yang akan melakukannya. Demikian pernyataan Ketua PP Muhammadiyah Din Syamsuddin kepada wartawan, di Hotel Harris Tebet, Jakarta, Jum’at (22/9).
"Saya tidak setuju hukuman mati dihilangkan dari hukum positif kita, bukan karena sesuai dengan ajaran Islam, tapi dalam rangka penegakan hukum dalam situasi meningkatnya kriminalitas dan terorisme," jelasnya.
Menurutnya, sesuai ajaran Islam hukuman mati (Qishas) tersebut dapat saja diberikan kepada siapapun termasuk umat Islam tanpa terkecuali, bahkan dan dinegara-negara maju-pun hukuman mati masih diterapkan, termasuk di negara AS.
Mengenai anggpan bahwa penerapan hukuman mati di Indonesia dapat mempengaruhi posisi Indonesia dalam pencalonan anggota tidak tetap Dewan HAM PBB, Din meyakinkan hal itu pasti akan mempengaruhi, tapi Indonesia tidak perlu khawatir.
"Indonesia tidak perlu khawatir, jangan kita berkompromi dengan prinsip yang dimiliki semata-mata untuk menduduki posisi pada lembaga internasional," tandasnya.
Ia menyatakan, Deklarasi Universal HAM saat ini tidak lagi menjadi harga mati, karena sudah dikritik sebagian besar mantan kepala negara dan pemerintah negara dunia ketiga, karena dianggap menjadi sumber pencipta kerusakan didunia yang bersifat akumulatif, selain itu lebih cenderung menyuarakan kepentingan Imperialisme dan Kapitalisme. (novel)