Hizbut Tahrir Indonesia Ahad (01/5) secara serentak dikota-kota seperti Medan, NAD, Padang, Lampung, Bandung, Bogor, dan Jakarta serta kota dikawasan Indonesia bagian tengah dan timur, menggelar ‘Aksi Ummat Tolak Kenaikan BBM’. Untuk di Jakarta, aksi terpusat di depan Istana Negara. Bersama dengan massa dari Front Perjuangan Rakyat (FPR) dan juga ormas Islam lain seperti Front Pembela Islam, sekitar ribuan orang berunjuk rasa menolak kenaikan harga bahan bakar minyak, yang telah ditetapkan oleh pemerintah pada 24 Mei lalu.
Juru Bicara Hizbut Tahrir Indonesia M. Ismail Yusanto menegaskan. pemerintah adalah pemimpin yang mengurus kepentingan rakyat, yang seharusnya mewujudkan kemaslahatan rakyat, bukan malah membuat mereka menderita.
"Kami menolak keputusan pemerintah itu, karena kenaikan harga BBM akan menambah kesengsaraan rakyat, dan bukan cara yang sahih untuk mengatasi krisis keuangan negara, " tegasnya saat membacakan pernyataan sikap di hadapan massa HTI.
Ia menilai, kenaikan harga BBM tidak lain adalah jalan yang dipaksakan oleh pemerintah untuk keberhasilan liberalisasi sektor hilir migas sebagaimana ditegaskan oleh Menteri ESDM Purnomo Yusgiantoro, ‘liberalisasi sektor hilir migas membuka kesempatan bagi pemain asing untuk berpartisipasi dalam bisnis eceran migas…Namun, liberalisasi ini berdampak mendongkrak harga BBM yang disubsidi pemerintah. Sebab kalau harga BBM masih rendah karena disubsidi, pemain asing enggan masuk.
Hizbut Tahrir Indonesia menolak liberalisasi sektor migas ini, karena pasti hanya akan menguntungkan perusahaan migas asing dan sebaliknya akan sangat merugikan rakyat Indonesia yang hakikatnya adalah pemilik dari migas tersebut.
"Cara-cara seperti itu dalam pengelolaan SDA harus ditinggalkan, " tandasnya.
Dalam kesempatan itu, Hizbut Tahrir Indonesia mengingatkan seluruh rakyat Indonesia, bahwa sesungguhnya negeri ini tidak akan bisa keluar dari krisis yang ada kecuali bila di negeri ini diterapkan syariat Islam secara kaffah.
"Dengan syariah itulah kita mengatur ekonomi dan aspek lain sedemikian sehingga keadilan, kesejahteraan, dan kedamaian serta kemuliaan rakyat bisa dicapai. Oleh karena itu, harus ada gerakan bersama untuk kembali kepada syariah Islam, " pungkas Ismail. (novel)