Hizbut Tahrir Indonesia menyayangkan kecaman yang dari aktivis HAM dan kelompok liberal yang menudingan telah terjadi pelanggaran HAM berupa kebebasan beragama dan hak-hak politik komunitas Ahmadiyah, padahal ajaran Islam secara tegas menetapkan bahwa tidak ada Nabi dan Rasul setelah Muhammad SAW. Kemudian, sejak tahun 1974 Organisasi Konferensi Islam menyatakan dengan tegas bahwa Ahmadiyah sesat, karena keyakinannya bahwa Mirza Ghulam Ahmad adalah Nabi/Rasul yang mendapat wahyu.
"Tidak berhenti sampai di sana, Majelis Ulama Indonesia (MUI) Pusat pun dituduh menjadi penyebab utama terjadinya aksi kekerasan. Fatwa MUI yang menetapkan Ahmadiyah sebagai kelompok yang menyimpang dari ajaran Islam dituding menjadi penyebabnya, "kata Ketua Lajnah I’lamiyah Hizbut Tahrir Indonesia M. Farid Wajdi dalam pernyataan pers, yang diterima eramuslim, Selasa(25/12).
HTI menganggap tindak kekerasan sekelompok umat Islam tentu saja semestinya tidak terjadi, jika sikap pemerintah tegas terhadap Ahmadiyah. "Meskipun MUI sudah lama memberikan fatwa tentang menyimpangnya kelompok ini dari Islam, namun hingga kini tidak ada tindakan tegas dari pemerintah, "sambungnya.
Karena itu, Ia menegaskan, mendukung Fatwa MUI tentang penyimpangan Ahmadiyah yang meyakini ada Nabi/Rasul setelah Muhammad SAW. Karena, sudah seharusnya MUI sebagai wadah berkumpulnya ulama menjaga pokok-pokok akidah (ushul al-aqidah) umat Islam dari segala bentuk penyimpangan. Dan, Fatwa MUI ini mencerminkan tanggung jawab itu.
Di samping itu, HTI mengecam sikap kelompok-kelompok HAM dan liberal-sekuler yang menuding fatwa MUI sebagai penyebab kekerasaan, dan upaya stigmatisasi untuk memberikan citra jelek terhadap MUI serta organisasi-organisasi Islam yang menjaga kemurnian Islam.
Selain itu, juga menyerukan kepada umat Islam untuk mewaspadai motif politik di balik isu Ahmadiyah, seperti memberikan citra negatif terhadap ormas Islam dan perjuangan penegakan syariat Islam. (novel)