Inas pun memberi contoh ketika pemerintah akan menaruh saham istimewa pada PGN hingga pemerintah bisa mengintervensi PGN secara langsung tanpa melalui induk usaha.
Padahal tegas Inas, di perusahan PGN terdapat saham publik yang mesti dihormati oleh pemerintah.
Ditambah lagi, kata dia, delik saham istimewa itu juga tidak ada acuannya dalam undang-undang (UU) BUMN maupun UU Keuangan Negara. Sehingga pemerintah telah bertindak mengada-ada dan sewenang-wenang tanpa mengacu kepada UU.
“PP 72 Tahun 2016 itu perubahan dari PP 44 Tahun 2005 itu, tapi mengacu ke UU mana? Pemerintah tidak boleh seenaknya begitu saja,” kecam dia.
PP 72 menyebutkan, dalam hal kekayaan negara berupa saham milik negara pada BUMN sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2) huruf d dijadikan penyertaan modal negara pada BUMN lain, sehingga sebagian besar saham dimiliki oleh BUMN lain, maka BUMN tersebut menjadi anak perusahaan BUMN dengan ketentuan negara wajib memiliki saham dengan hak istimewa yang diatur dalam anggaran dasar.
“Jadi, jelas PP tersebut mengatur saham istimewa pemerintah pada anak usaha BUMN. Artinya sekecil apapun saham pemerintah pada anak perusahaan BUMN akan mampu mengintervensi anak perusahaan tersebut,” kata dia.