HNW Soroti Manuver Politik Inkonstitusional Saat PPKM Darurat: Perpanjangan Masa Jabatan Presiden!

Oleh karena itu, HNW menilai usulan tersebut merupakan kelanjutan dari skenario inkonstitusional, seperti pembentukan Seknas dan usulan referendum perubahan UUD NRI 1945 untuk memperpanjang masa jabatan presiden. Skenario ini juga berkaitan dengan wacana perpanjangan masa jabatan dengan alasan Presiden Habibie, Soeharto dan Soekarno yang tidak memiliki jabatan per 5 tahun.

Padahal, kata HNW, peristiwa tersebut terjadi di era UUD 45 pasal 7 yang belum diamandemen. Sementara saat ini aturan yang berlaku adalah UUD NRI tahun 1945 pasal 7.

Adapun pasal tersebut mengatur pembatasan masa jabatan presiden hanya 2 periode dan setiap periodenya adalah 5 tahun. Artinya, lanjut HNW, manuver dan skenario inkonstitusional semacam ini tidak sesuai dengan konstitusi, spirit demokrasi, dan cita-cita reformasi.

Manuver ini pun tidak sesuai dengan prinsip tata krama dan kepatutan karena menerapkan hal inkonstitusional di tengah lonjakan pandemi COVID-19.

Terkait kondisi saat ini, HNW mengajak seluruh pihak untuk bekerja sama mengatasi penyebaran COVID-19. Dirinya juga mengimbau masyarakat untuk mengawal dan mengingatkan pemerintah serius dalam mengatasi COVID-19, termasuk soal penerapan PPKM Darurat.

Dikatakan HNW, saat ini masyarakat membutuhkan bantuan dan solusi untuk realisasi kebijakan penanganan COVID-19 yang lebih efektif. Menurutnya, keselamatan dan kesehatan rakyat perlu menjadi prioritas utama dibanding hal-hal inkonstitusional.

“Banyak yang membutuhkan bantuan konkret untuk atasi COVID-19 dengan berbagai dampaknya, dibanding mendengar manuver-manuver politik inkonstitusional untuk memperpanjang masa kekuasaan presiden dengan berbagai skenario dan dalih inkonstitusional tersebut,” kata HNW.

Hingga kini, HNW menegaskan tak ada usulan resmi ke MPR yang memenuhi syarat untuk amandemen UUD NRI. MPR juga tidak mempunyai agenda untuk melakukan amandemen UUD NRI 1945 terkait perpanjangan masa jabatan presiden dengan dalih apa pun.

Selain itu, ia mengatakan MPR juga tidak punya agenda mengubah UUD agar menjadikan MPR sebagai lembaga tertinggi negara sehingga berhak memilih presiden. Bahkan, wacana inkonstitusional tersebut tidak masuk ke dalam agenda MPR, khususnya di tengah kondisi COVID-19.

“Jadi tidak ada agenda amandemen perpanjangan masa jabatan presiden atau perubahan cara pemilihan presiden, sekalipun ada COVID-19. Di MPR juga tidak ada usulan legal soal memperpanjang masa jabatan presiden dengan dalih apapun, yang memenuhi persyaratan konstitusional sebagaimana diatur dalam UUD NRI 1945 pasal 37 ayat (1) dan ayat (2),” ujarnya.

HNW juga menegaskan semua usulan perpanjangan masa jabatan baik referendum maupun dekrit, tidak berlandasan konstitusional. Bahkan, usulan tersebut tidak bisa diterima karena perlu didukung setidaknya 1/3 anggota MPR sesuai ketentuan Pasal 37 ayat (1) UUD NRI 1945.

“Kami di MPR karena COVID-19, justru fokus pada kerja-kerja konstitusional agar Presiden Jokowi juga tetap tegak lurus dengan ketentuan konstitusi dan tidak tergiur dengan manuver-manuver inkonstitusional yang telah beliau tolak, dan agar pemerintah maksimal melaksanakan amanat konstitusi yaitu melindungi seluruh rakyat Indonesia termasuk dari bahaya pandemi COVID-19 ini,” pungkasnya. (*)