Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) M. Hidayat Nur Wahid menyatakan, MPR tidak terburu-buru melakukan Sidang Istimewa untuk membahas masalah amandemen UUD 1945 seperti yang diusulkan oleh Dewan Perwakilan daerah (DPD) sampai ada 1/3 anggotanya menghendaki sidang tersebut.
"Kalau ada permintaan dari 1/3 anggota MPR kita akan mengundang seluruh anggota untuk bersidang," kata ketua MPR, Hidayat Nur Wahid, Kamis (22/6) di gedung MPR RI, Jakarta.
Penegasan Hidayat itu terkait dengan adanya permintaan dari Dewan Perwakilan Daerah (DPD) agar MPR melakukan amandemen terhadap UUD 1945 pasal 22 D yang berkaitan dengan kewenangan lembaga tersebut.
Menurutnya, pihaknya besikap pasif dan menunggu aspirasi yang disampaikan anggota MPR. "Silakan saja semua anggota MPR bebas menentukan karena ini merupakan hak masing-masing," katanya.
Hidayat mengingatkan, saat ini sebenarnya ada beberapa aspirasi terkait dengan keinginan merubah UUD 1945, misalnya, adanya usulan agar kembali kepada UUD 45, agar MPR menjadi lembaga tertinggi negara seperti semula atau keinginan agar MPR membuat GBHN.
"Artinya bila ada dukungan terhadap amandemen maka harus dukungan yang materinya sama, bila materinya berbeda maka itu harus dibedakan dukungannya," papar mantan Presiden PKS.
Ditanya apakah semua pimpinan MPR memberi dukungan dalam upaya melakukan perubahan terhadap UUD 45 sebagaimana usulan DPD, Nur Wahid mengatakan posisinya saat ini bukan menolak atau mendukung. "Pak Aksa Mahmud dan Bu Moeryati pasti sudah tandatangan tetapi sebagai anggota DPD, sedangkan sebagai pimpinan MPR tentu belum memberi sikap," kilahnya.
Saat ini sudah ada 128 dari anggota DPD yang mengajukan amandemen. sehingga tinggal mencari dukungan dari unsur DPR sekurang-kurangnya 98 anggota sehingga mencapai jumlah 1/3 sebagaimana ketentuan UUD. (dina)