Pemerintah Indonesia perlu jelaskan sikapnya kepada HAMAS tentang keikutsertaannya dalam Konferensi Annapolis, bahwa Indonesia tidak akan pernah mengakui eksistensi Zionis-Israel hingga mereka keluar dari Tanah Palestina.
"Harus ditegaskan bahwa keikutsertaan Indonesia adalah tidak dalam rangka membiarkan Masjidil Aqsha dikuasai Israel, dan tidak membiarkan Jerusalem sebagai ibukota Israel. Tapi keikutsertaan Indonesia, dalam rangka menghadirkan damai di Palestina, mendukung hadirnya negara Palestina yang merdeka, mendukung Masjidil Aqsha untuk diselamatkan, dan Jerussalem sebagai ibukota Palestina, " kata Ketua MPR RI Hidayat Nur Wahid kepada pers, di Gedung DPR, Jakarta, Senin (26/11).
Ia mengakui, posisi pemerintah Indonesia dalam hal ini memang sulit, di mana Indonesia merupakan bagian dari PBB, dan bagian dari anggota tidak tetap DK PBB, serta menjadi pihak yang diundang.
Karena itu, lanjut Hidayat, alangkah baiknya bila pemerintah menjalin hubungan secara langsung dengan pihak Hamas sebagai kelompok yang dipilih oleh lebih 70% rakyat Palestina, ketimbang Abbas yang hanya mendapat 26% suara rakyat Palestina, untuk kemudian memberikan penjelasan secara langsung mengapa pemerintah Indonesia mengambil sikap semacam ini.
"Kalau ini disampaikan kepada pihak Hamas di Palestina, saya yakin pihak Palestina dapat menerima ini, bahkan Presiden Mahmud Abbas pun akan menerima ini, karena ini adalah prinsip dasar perjuangan Palestina, " ungkapnya.
Tetapi, tambahnya, bila hal ini tidak diluruskan maka pemerintah Indonesia bukan hanya telah mengecewakan Hamas dan rakyat Palestina, tetapi juga umat Islam di Indonesia, karena sikap itu telah membenarkan penjajahan Israel atas Tanah Palestina.(novel/rz)