Dalam lima tahun terakhir ini, sejak dilakukan amandemen UUD 1945 pada tahun 1999 sampai 2002, ternyata masih banyak rakyat, guru, bahkan pengajar di perguruan tinggi yang belum mengetahui terhadap perubahan-amandemen UUD 1945 yang sudah dilakukan sebanyak 4 kali itu.
Hal tersebut diungkapkan Ketua MPR Hidayat Nurwahid saat membuka workshop "Sosialisasi UUD 1945, Ketetapan dan Putusan MPR RI" di Cisarua, Bogor, Jawa Barat, akhir pekan kemarin.
"Dalam sosialisasi di tengah masyarakat, saya malah melihat masih ada yang menggunakan UUD 1945 yang lama di sekolah-sekolah. DPA dianggap masih ada, sulitnya mereka membedakan antara Mahkamah Konstitusi (MK) dan Mahkamah Agung (MA), soal kedudukan MPR/DPR/DPD, sistem presidensial, parlementer dan lain-lain, " ujar Hidayat.
Oleh karena itu sosialisasi hasil amandemen UUD, ketetapan, dan putusan MPR RI harus terus dimasyarakatkan agar rakyat ini mempunyai kesadaran dalam berbangsa dan bernegara.
Menurutnya, mungkin karena bangsa Indonesia ini besar sehingga sosialisasi UUD 45 pasca amandemen ini belum tuntas. Ia membandingkan dengan pemerintahan Orba yang selama 28 tahun Orde Baru menyosialisasikan Pancasila dan UUD 145, namun yang terjadi adalah suburnya KKN, krisis ekonomi, dan krisis kepemimpinan nasional.
"Padahal, UUD hasil amandemen dan sebanyak 104 dari 139 TAP MPR RI yang masih berlaku itu tidak sesulit memahami dan melaksanakannya ketika semasa Orba tersebut, " kata Hidayat.
Oleh sebab itu pula, mantan Presiden PKS itu berharap para wartawan membantu menyosialisaskan hasil amandemen UUD 1945, putusan dan ketetapan MPR RI tersebut, agar ke depan tercipta kehidupan berbangsa dan bernegara yang lebih baik. (dina)