Hidayat Nur Wahid: Sistem Bikameral Ala AS Melanggar Konstitusi

Usulan Ketua Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI Ginandjar Kartasasmita untuk merevisi dan memposisikan MPR sebagai lembaga ad hoc atau joint session ditolak oleh MPR RI. Dengan model bikameral berarti sistem ketatanegaraan kita sama dengan sistem Amerika Serikat (AS).

"Kita punya kekhasan sendiri ala Indonesia. Kalau kita mengikuti bikameral (seperti di AS) itu justru inkostitusional, " ujar Ketua MPR Hidayat Nur wahiddi sela-sela Turnamen "Hidayat Nur Wahid" di Bandung.

Menurutnya, Indonesia menganut sistem khas Indonesia. Artinya ada MPR, DPR dan DPD RI. Sehingga kalau mau bikameral murni seperti di luar negeri harus mengubah UUD 1945.

Kalau pun mau mengubah kedudukan MPR, katanya, maka harus didahului dengan mengamandemen Pasal 2 ayat 1 tentang kedudukan MPR, DPR, dan DPD RI.

“Usulan Pak Ginandjar itu sudah lama dan kemarin kembali diusulkan setelah DPD gagal mengusulkan amandemen penguatan DPD. Padahal untuk merubah MPR itu harus terlebih dahulu engamandemen Pasal 2 (1) UUD 1945 tentang kedudukan MPR RI, ” papar mantan Presiden PKS ini.

Menurut Hidayat, kalau mau konsisten dengan UUD 1945 maka harus terlebih dahulu mengamandemen UUD 1945. Tapi, kemarin DPD sudah gagal mengusulkan mengamandemen.

“Itu artinya kalau kemudian membaca risalah UUD 1945 sampai akhir 2002, bahwa Indonesia itu tidak menganut sistem bicameral seperti yang diusulkan oleh DPD RI, ”tutur Hidayat, mantan dosen IAIN Jakarta.

Sebelumnya Ginandjar menyatakan, pengaturan keanggotaan MPR ini menimbulkan banyak perdebatan karena merujuk adanya kamar ketiga dalam lembaga perwakilan Indonesia. Karena itu DPD ingin ada penegasan agar sistem bikameral berlaku efektif. Caranya, dengan meletakan MPR hanya sebagai lembaga ad hoc atau joint session antara DPR dan DPD. Dengan demikian MPR tidak diperlukan lagi.

Selain itu kata Ginandjar, pimpinan definitif MPR tidak diperlukan karena sudah ada pimpinan DPR dan pimpinan DPD. Sehingga yang ada hanyalah pimpinan sidang MPR ketika ada joint session yang dilakukan secara bergantian oleh ketua DPR dan ketua DPD. (dina)